Suara.com - Dalam rangka mencapai ketahanan air dan kedaulatan pangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) terus meningkatkan jumlah tampungan air melalui pembangunan bendungan dan embung di seluruh Indonesia. Pada 2017, Kementerian PUPR menargetkan penyelesaian pembangunan 111 embung baru, yang akan menambah 719 embung yang sudah selesai dibangun dua tahun sebelumnya (2015-2016), sehingga total embung baru sebanyak 830 embung.
Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, mengatakan bahwa penyediaan sarana dan prasarana air demi ketahanan air dan kedaulatan pangan merupakan tugas mendukung program prioritas yang diamanahkan kepada Kementerian PUPR.
“Ada embung berukuran besar dan embung kecil yang akan kita selesaikan tahun ini,” jelas Basuki, beberapa waktu lalu.
Embung merupakan bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air limpahan atau rembesan saat musim hujan dan dapat dimanfaatkan saat kekurangan air ketika musim kemarau. Volume embung maksimal 500 ribu meter kubik, dengan kedalaman kurang dari 15 meter.
Pembangunan Embung di Kediri
Untuk mendukung ketahanan air di Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur, saat ini Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas tengah membangun dua embung baru dan merehabilitasi satu embung.
Kepala BBWS Brantas, Fauzi Idris, mengungkapkan, dua embung di Kabupaten Kediri yang saat ini sedang dalam tahap pembangunan adalah Embung Kalipang di Desa Kalipang, Kecamatan Grogol dan Embung Ngrayut di Desa Rembang Kepuh, Kecamatan Ngadiluwih.
"Progress Embung Ngrayut saat ini sudah 70,7 persen dan ditargetkan selesai pada Juni 2017," kata Fauzi.
Pembangunan Embung Ngrayut telah dimulai sejak awal 2017, dengan total anggaran Rp 1,9 miliar. Embung tersebut dibangun sebagai upaya konservasi sumber daya air dengan luas tampungan sebesar 1.965 m2 dan volume kapasitas tampungan 4.028 m3.
Embung Ngrayut juga difungsikan untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi dan perikanan, serta menjadi salah satu pilihan destinasi wisata lokal di wilayah tersebut.
Selanjutnya untuk pembangunan Embung Kalipang juga dimulai awal 2017, dengan anggaran sebesar Rp 7 miliar dan progress konstruksinya mencapai 8,7 persen. Untuk pembebasan lahan dan izin penebangan tegakan, BBWS Brantas melakukan kordinasi dengan Perhutani.
"Saat ini dalam proses pengurusan izin ke Kementerian Kehutanan," kata Fauzi.
Embung Kalipang akan difungsikan untuk pemenuhan kebutuhan air baku bagi 1.579 jiwa, dengan kapasitas 1.097 liter per detik dan kebutuhan irigasi dengan debit 22,67 m3 per detik. Embung dengan kapasitas tampungan total mencapai 14.258 m3 ini utamanya difungsikan untuk konservasi sumber daya air, sehingga diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitarnya.
Selain itu, embung ini juga diharapkan menjadi salah satu pilihan destinasi wisata lokal di wilayah tersebut.
Selain membangun dua embung baru, BBWS Brantas juga tengah merehabilitasi Embung Joho di Desa Joho, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri. Rehabilitasi tersebut bertujuan untuk memperbaiki bangunan embung dari kerusakan.
Embung Joho sendiri selama ini berfungsi sebagai konservasi sumber daya air, dengan kapasitas tampungan total sebesar 29.300 m3 dan untuk kebutuhan irigasi seluas 614 hektare. Total anggaran untuk rehabilitasi Embung Joho sebesar Rp 2,1 miliar, yang progress konstruksinya saat ini mencapai 38,46 persen.
Beberapa embung yang dibangun tahun 2015-2016 dan memiliki volume cukup besar, antara lain Embung Diponegoro di Jawa Tengah dengan luas tampungan 200.000 m3, Embung Sumba di Sumba dengan luas tampungan 173.000 m3, dan Embung Sarimulyo dengan daya tampung 82.600 m3. Selain itu, Embung Payung Sekaki di Riau dengan daya tampung 67.550 m3, Embung Merongga dengan daya tampung 50.000 m3, dan Embung Anggatoa dengan daya tampung 40.000 m3 di Sulawesi Tenggara.
Selain berfungsi sebagai media konservasi air, embung juga bisa menjadi habitat berbagai jenis tumbuhan dan hewan.
(**Artikel ini merupakan kerja sama Kementerian PUPR dan Suara.com)