Sosiolog UI Bandingkan Cara Hadapi ISIS dan HTI

Senin, 05 Juni 2017 | 00:29 WIB
Sosiolog UI Bandingkan Cara Hadapi ISIS dan HTI
Pengamat Politik Tahmrin Amal Tomagola. [suara.com/Nikolaus Tolen]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia diminta harus mewaspadai pergerakan Islamic State of Indonesia and Philipines (ISIP) atau Negara Islam Indonesia-Filipina. ISIP tidak berbeda jauh dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang kini telah tersudut di Timur Tengah.

Sosiolog dari Universitas Indonesia Thamrin Amal Tomagola mengatakan, setelah terpojok di Timur Tengah, ISIS menyebar ke sejumlah negara, salah satunya ke Asia Tenggara.

"Sekarang yang lebih mengkhawatirkan namanya bukan ISIS, tapi ISIP, Islamic State of Indonesia and Philipines. Itu yang mendesak secara kekuatan konflik militer, karena mereka sudah kalah di Timur Tengah, maka mereka menyebar ke berbagai dunia," ujar Thamrin saat diskusi di kantor Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Jalan Cisadane 8, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (4/6/2017).

Menurut Thamrin, teroris yang sebelumnya bergabung dengan ISIS menganggap kawasan Mindanao, Filipina, sebagai tempat strategis di kawasan Asia Tenggara.

Baca Juga: Persib Kalah dari Bhayangkara, Djanur: Saya Siap Dipecat

"Mereka menganggap tempat yang paling bagus ada di Mandanao. Titik temu Indonesia, Filipina dan Malaysia," ujarnya.

Selain ISIP atau ISIS, pemerintah Indonesia juga diminta untuk mewaspadai pegerakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Kata Thamrin, meski sama-sama mengancam keutuhan NKRI, ancaman ISIS dengan HTI berbeda.
Untuk menghadapi ISIS, pemerintah harus memeranginya dengan angkatan bersenjata.

"Negara dengan kekuatan senjata, intelejenya. ISIS ini menjadi ISIP di Asia Tenggara. Ancaman itu telah merongrong tiga hal, yang utama dia merongrong NKRI, dan merongrong keanekaragaman, kemajemukan," katanya.

Thamrin menuturkan, ISIS atau ISIP digerakan oleh kelompok menengah atas. Namun, setiap aksi terornya seperti bom bunuh diri mereka memanfaatkan 'pengantin bom' warga menengah ke bawah. Mereka rela menjadi korban bunuh diri karena faktor ekonomi, sehingga mudah dipengaruhi oleh kelompok tersebut.

"Contohnya pelaku bom Kampung Melayu dan Bandung dari keluarga miskin," ujarnya.

Baca Juga: Laga Bhayangkara vs Persib, Bobotoh Ricuh

Sedangkan keberadaan HTI, Thamrin mengibaratkannya seperti makhluk halus, menyusup melalui cara intelektual. Kebanyakan anggota HTI, kata dia kaum hawa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI