Anggota Komisi III DPR: Istilah Persekusi Terlalu Seram

Minggu, 04 Juni 2017 | 11:02 WIB
Anggota Komisi III DPR: Istilah Persekusi Terlalu Seram
Dasco Sufmi Ahmad. (suara.com/Bagus Santosa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad menganggap penggunaan istilah persekusi untuk menanggapi aksi main hakim sendiri di Jakarta, terlalu ‎menyeramkan dan berlebihan. 
 
Tindakan persekusi ini muncul akibat 'Ahok Effect' setelah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kalah dari Pilkada Jakarta 2017 dan dipenjara karena divonis bersalah dalam kasus penodaan agama.
 
"Istilah persekusi terlalu seram dan berlebihan jika dikaitkan dengan kasus-kasus di Jakarta," kata Dasco dihubungi, Jakarta, Minggu (4/6/2017).
 
 
‎Dasco menerangkan, dalam rumusan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), persekusi diartikan sebagai pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas. Sementara di dunia internasional yang dimaksud dengan persekusi selalu dikaitkan dengan sentimen kebencian rasisme.
 
Dari definisi itu, Dasco beranggapan, yang terjadi di berbagai kasus di Jakarta tidak tergolong persekusi karena tidak ada sentimen kebencian rasisme. Aksi seperti ini, menurut Dasco adalah tindakan orang yang didatangi beramai-ramai oleh warga biasanya, dan bukan karena identitas rasnya melainkan dikarenakan perbuatannya yang menyinggung pribadi orang lain.
 
Dia berpendapat, jikapun terjadi pelanggaran hukum atas perbuatan itu, tuduhan yang dapat dikenakan adalah pidana biasa seperti penganiayaan sebagaimana diatur Pasal 351 sampai 355 KUHP atau perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana diatur Pasal 368 KUHP.
 
‎"Sampai saat ini tidak ada istilah tindak pidana persekusi dalam hukum positif Indonesia," ujarnya.
 
Di sisi lain, Dasco juga meminta aparat kepolisian bersikap profesional dan adil dalam menyikapi tindakan yang disebut sebagai persekusi itu. Dia menyarankan, dalam bertugas polisi hanya bisa mengacu pada KUHP dan perundang-undangan pidana Indonesia lainnya dan bukannya mengikuti opini sebagian orang.

"Yang paling penting Polri bersikap adil dalam menegakkan hukum. Jangan kasus penggerudukan disikapi dengan gerak cepat tapi kasus dugaan makar menyatakan suatu daerah akan merdeka ataupun kasus dugaan ancaman pembunuhan terhadap  Wakil Ketua DPR Fadli Zon sangat lambat diusut. Polri tidak boleh berat sebelah, hanya menindak pihak tertentu tetapi membiarkan pelanggaran hukum yang dilakukan pihak lain," ujar dia.

 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI