Suara.com - Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Anton Tabah Digdoyo mengkritisi rencana revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ia tak setuju TNI diikutsertakan dalam pemberantasan terorisme dan diatur dalam UU terebut.
Menurutnya, keterlibatan TNI dalam memberantas terorisme tak perlu diatur dalam UU tersebut. Bahkan negara seperti Amerika Serikat pun tak memasukkan institusi militernya dalam UU sejenis.
"Pengalaman pada tragedi WTC di AS. Dalam waktu 19 hari, mereka bisa membuat keputusan politik untuk menurunkan militer memberantas teroris. Itu bisa lebih dahsyat, lebih keras," katanya di Warung Daun,Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (3/6/2017).
Menurutnya, tugas TNI dalam memberantas terorisme sudah cukup diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Baca Juga: Presiden Jokowi: Saya Selalu Dituduh Melindungi PKI
Dalam UU itu, kata dia, TNI bisa diikutsertakan dalam pemberantasan terorisme melalui keputusan politik presiden.
"Jadi, tak lagi perlu dimasukkan dalam UU Anti Terorisme hasil revisi. Melibatkan tentara itu tak direkomendasikan dunia. Indonesia harus patuh kepada berbagai yurisprudensi, yuridiksi internasional," kata Anton.