Suara.com - Rencana Pemerintah dan DPR untuk merevisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Anti Terorisme, diapresiasi Kepolisian Republik Indonesia.
Menurut Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto, perubahan UU tersebut sebagai pelecut bagi aparat dalam menindak aksi terorisme.
"Ini adalah waktu yang tepat untuk mengubah sejarah dari yang sebatas penanganan, kami ubah menjadi pencegahan," katanya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/6/2017).
Baca Juga: Satu Balita dan Pemuda di NTT Tewas Usai Santap Kepiting
Meski mendukung revisi, Setyo menuturkan ada yang harus dipertahankan dari UU sebelumnya. Ia tak setuju jika harus mengubah undang-undang tersebut secara keseluruhan.
"Yang diperbaiki adalah penambahan, bukan mengubah seluruhnya. Kami percayakan kepada institusi yang menanganinya," kata Setyo.
Menurutnya, kalau mengacu pada undang-undang saat ini, aparat kepolisian melalui Densus 88 Antiteror belum bisa leluasa bergerak. Terlebih, pandangan masyarakat terhadap Densus 88 yang dinilai semena-mena.
"Dalam penindakan terorisme sekitar 10 persen, 90 persennya adalah intelijen. Dengan penindakan yang 10 persen ini, kami kerap berhadapan 'ini teroris ada senjata atau tidak'," terangnya.
"Terbukti saat di Solo, polisi sudah membekukan teroris, tetapi ternyata dia membawa senjata dan menembak polisi. Sedangkan di SOP, kami tak boleh understatement (meremehkan)," tandasnya.
Baca Juga: Jokowi Ingatkan Bangsa Indonesia Tak Saling Hujat dan Sebar Hoax