Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Jumat (2/6/2017), berjanji untuk membeli peralatan militer baru untuk memerangi pemberontak Maois dan Muslim serta tak akan lagi menerima persenjataan bekas dari Amerika Serikat.
Sejak dua pekan terakhir ini, sekitar 3.000 personel keamanan bertempur memerangi sekitar 400 milisi pendukung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), yang telah mengambil kendali sebuah kota di wilayah selatan.
Dalam operasi tersebut, pasukan keamanan menggunakan pesawat, kendaraan lapis baja dan senapan penyerang AS hasil perbaikan.
"Saya tidak lagi akan menerima peralatan militer bekas," kata Duterte kepada para tentara di markas angkatan darat di pulau selatan, Mindanao.
Baca Juga: Duterte Kesal Anak Bill Clinton Nyinyir soal Perkosaan Tentara
"Saya tidak mau (peralatan militer) bekas yang diberi oleh Amerika itu. Selama masa (jabatan) saya, saya tidak mau kapal-kapal bekas. Harus yang baru." Duterte mengatakan ia akan berupaya mendapatkan sistem persenjataan yang baru dan modern "bahkan walaupun saya harus mengeluarkan dana berlipat ganda." Ia ingin membeli peralatan seperti pesawat, kapal, pesawat nirawak serta senjata dari China dan Rusia.
Kedua negara tersebut merupakan saingan sekutu terdekatnya, Amerika Serikat.
Sejak tahun 2000, Washington telah memberikan bantuan militer bagi Manila senilai hampir 800 juta dolar AS (sekitar Rp10,6 triliun). Bantuan itu diberikan dalam bentuk pesawat nirawak, helikopter, senapan penyerang serta berbagai peralatan tempur, termasuk radio taktis, peralatan penembus pandang dan suku cadang.
Filipina mengalokasikan anggarannya sebesar lebih dari 100 miliar peso (sekitar Rp26,7 triliun) untuk memodernisasi peralatan militer di bawah rencana pembelanjaan lima tahun.
Negara itu tahun ini membelanjakan 25 miliar peso untuk pengambilalihan dari Korea Selatan dan Israel.
Baca Juga: Perangi ISIS, Duterte Minta Bantuan Tentara MILF dan Komunis
Manila telah memesan dua kapal perang multifungsi dari Indonesia dan 12 pesawat tempur ringan jenis FA-50 dari Korea Selatan.