Sebelum Digeruduk, Bocah Korban Persekusi Diancam Teman Sekolah

Jum'at, 02 Juni 2017 | 19:47 WIB
Sebelum Digeruduk, Bocah Korban Persekusi Diancam Teman Sekolah
Ilustrasi Facebook. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
‎Kepala Sub Direktorat Kejahatan dan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hendy F. Kurniawan mengatakan penyidik masih melacak keberadaan teman PMA (15). Keterangan teman PMA diperlukan untuk mengungkap dalang kasus persekusi yang dialami PMA, baru-baru ini. Teman sekolah tersebut pernah memprotes status Facebook  karena dianggap menghina Habib Rizieq Shihab.

"Ada satu orang temannya Mario, yang sementara kami cari. Awalnya, dari postingan Facebook-nya itu. Kemudian, ada seorang temannya, yang menegur, 'kamu tidak boleh menghina', dan sebagainya," kata Hendy di Polda Metro Jaya, Jumat (2/6/2017).

Lantaran tidak suka dengan status Facebook yang dibuat PMA, teman sekolah tersebut melakukan intimidasi.

"Ada temannya yang mengancam. Terus, minta alamatnya. Begitu dikasih alamatnya, 'nanti umat Islam yang akan datangin kamu' (ini ditulis di kolom komentar) Facebook," katanya.

Hendy mengatakan polisi masih mempelajari semua percakapan PMA dan teman-temannya di dalam kolom komentar Facebook. 

"Ini masih kami dalami. Karena bermula dari situ, ada capture, screenshot semua, data komunikasinya," kata Hendy.

Rumah kontrakan PMA di Cipinang, Jakarta Timur, pada hari Minggu, 28 Mei 2017, sekitar 23.00 WIB, digeruduk massa, sebagian anggota ormas keagamaan. 

PMA dan ibunya sampai dibawa ke kantor RW untuk diinterogasi terkait status FB yang dianggap mengolok-olok Rizieq. PMA sempat menerima pemukulan dan dua orang yang memukulnya, Abdul Majid dan Mat Husin alias Ucin, kemudian ditetapkan menjadi tersangka.

Kedua tersangka dikenakan Pasal 80 ayat 1 Juncto Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak. Polisi juga menjerat keduanya dengan Pasal 170 KUHP tentang Penganiayaan.

PMA dan ibunya sekarang masih trauma. Mereka diamankan di rumah aman, sementara kasusnya terus diproses.

Didampingi Ansor

Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Pemuda Ansor memberikan pendampingan kepada PMA.

"Kondisinya baik ya, sehat juga. Cuma tadi malam masih jalani visum ya," kata Achmad Budi Prayoga dari LBH GP Anshor.

Achmad mengungkapkan kondisi mental PMA sekarang masih trauma. Dia merasa ketakutan karena selain dibentak-bentak, juga ditampar.

"Untuk PMA dan keluarga pasti takut ya. Karena secara psikologis mereka merasa terintimidasi ya," ujar Achmad.

Achmad mengatakan untuk menangani perilaku bocah di media sosial sebaiknya dilakukan dengan cara yang bijak agar mereka paham. Achmad sudah memberikan nasihat agar kelak kasus tersebut tidak terulang lagi.

"Kami juga sudah menyampaikan edukasi ke PMA, kami bilang mengenai postingan itu salah dan tak dibenarkan. Kami sudah berikan edukasi itu, karena PMA ini kan anak - anak. Jadi, kami berikan literasi sosial media," kata Achmad

"Bagaimana harus menggunakan sosial media yang baik. Kami harus menyadari bahwa PMA ini anak-anak. Masih memiliki, kesadaran dan kepekaan menggunakan sosial yang baik. Saya kira PMA ini tak ada niat jahat untuk menyudutkan kelompok tertentu," Achmad menambahkan.

Polisi harus bertindak tegas

Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) menilai tindakan persekusi atau pemburuan akun yang dianggap menghina agama atau ulama di media sosial sama saja dengan kriminal. Itu sebabnya, Safenet meminta kepolisian tegas dan menindak mereka.

"Kita sudah punya payung hukum, kan, untuk tindakan ini nggak boleh dilakukan, karena ini tindakan kriminal," ujar Regional Coordinator Safenet Damar Juniarto di kantor YLBHI, Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 74, Jakarta Pusat.

Safenet mendaftar sampai hari ini ada 59 orang menjadi korban persekusi.

"Kalaupun itu persekusi pada akhirnya harus ada upaya penangkapan pada mereka yang sudah melakukan persekusi," kata Damar.

Damar meminta polisi bertindak tanpa menunggu korban membuat laporan. Damar mengungkapkan umumnya korban persekusi merasa takut membawa kasus ke polisi karena mereka berada di bawah ancaman.

"Kalau lihat sekarang akan susah mengharapkan korban melakukan pengaduan, karena mereka dalam kondisi tertekan, saya nggak yakin mereka mau melapor," kata dia.

Salah satu contoh kasus persekusi dialami dokter RSUD Kota Solok, Sumatera Barat, Fiera Lovita. Sebelumnya terjadi di Kalimantan, di mana korbannya sampai diancam dibunuh.

"Kalau lihat tindakan yang dilakukan sampai pemukulan, bahkan di Kalimantan ada ancaman pembunuhan. Menurut saya polisi harus lebih pro aktif daripada nunggu pengaduan, agar mereka aktif melindungi warga negaranya," kata Damar.

Damar mengatakan Indonesia adalah negara hukum maka seharusnya persekusi ini tidak dilakukan karena bila mengacu pada proses hukum yang benar (process due of law) apabila menemukan posting menodai agama atau ulama, seharusnya melakukan: somasi. Kemudian mediasi secara damai, bukan digruduk massal. Selanjutnya, bila mediasi tidak berhasil, barulah melaporkan ke polisi, dan mengawasi jalannya pengadilan agar adil.

Safenet mengkhawatirkan bila aksi persekusi ini dibiarkan terus-menerus maka akan menjadi ancaman serius pada demokrasi.

Persekusi marak setelah Basuki Tjahaja Purnama terjerat kasus penodaan agama. Jumlah kasus semakin bertambah setelah dia divonis bersalah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI