Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Habiburokhman menganggap aksi persekusi atau pemburuan akun yang dianggap menghina agama atau ulama di media sosial suatu hal yang wajar apabila dilakukan tanpa kekerasan.
Habiburokhman menganggap organisasi kemasyarakatan yang melakukan persekusi, sama saja seperti melakukan tabayyun atau mencari kejelasan dengan cara melakukan konfirmasi.
"Kalau yang saya baca, misalnya ada teman FPI (melakukan persekusi), itu sesuai dengan hukum, datang dengan damai, tidak dengan kekerasan, mengkonfirmasi lalu terjadilah perdamaian," ujar Habiburokhman kepada Suara.com, Kamis (1/6/2017) malam.
Baca Juga: Soal Persekusi, Djarot: Tidak Patut! Ini Negara Hukum
Ketua Advokasi DPP Partai Gerindra ini menjelaskan bahwa selama persekusi tidak melakukan kekerasan, itu tidak masalah.
Tapi, saat ditanya soal kasus persekusi yang menimpa remaja berinisial PMA (15), Habiburokhman tidak tahu.
Padahal, sekitar 100 orang yang tergabung dalam ormas melakukan persekusi kepada remaja ini dengan cara mendatangi rumahnya di daerang Cipinang Muara, Jakarta Timur. Kemudian para pelaku persekusi ini ditengahi oleh Ketua RW 03 tempat keluarga PMA tinggal, dan dibawa ke kantor RW 03. Di sana terjadi paling tidak 2 kali tindak pemukulan di bagian kepala, intimidasi verbal dengan ancaman pembunuhan, dan upaya pemaksaan melakukan permintaan maaf.
"Saya nggak tahu (aksi pemukulan) itu. Tapi yang saya dapat mereka melakukan tabayyun dengan damai," kata politikus Partai Gerindra itu.
Menurut Habiburokhman, persekusi terjadi karena sebagian masyarakat sudah tidak percaya dengan aparat penegak hukum. "Kenapa? kita bisa pahami ya, di satu sisi kita banyak sekali melaporkan fitnah dan segala macam, (tapi) nyaris ngak ditindak lanjuti. Di sisi lain ada yang sedikit ngomong langsung ditangkap, itu kan merasa tidak adil," kata Habiburokhman.
Baca Juga: Dua Tersangka Persekusi PMA Akhirnya Ditahan Polisi
"Maka, ketika masyarakat melakukan tabayyun, secara hukum mengklarifikasi lalu mencapi musyawarah saya kira nggak ada masalah," lanjut Habiburokhman.
Untuk diketahui, PMA menjadi korban persekusi sekelompok ormas tertentu setelah memposting tulisan di media sosial, Facebook. Postingan yang diunggah PMA dianggap menghina pimpinan Front Pembela Islam Rizieq Shihab. Polisi sudah menetapkan dua orang berinisial M dan U sebagai tersangka kasus.
Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) menilai tindakan persekusi atau pemburuan akun yang dianggap menghina agama atau ulama di media sosial sama saja dengan kriminal. Itu sebabnya, Safenet meminta kepolisian tegas dan menindak mereka.
"Kita sudah punya payung hukum, kan, untuk tindakan ini nggak boleh dilakukan, karena ini tindakan kriminal," ujar Regional Coordinator Safenet Damar Juniarto di kantor YLBHI, Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 74, Jakarta Pusat.
Safenet mendaftar sampai hari ini ada 59 orang menjadi korban persekusi.
"Kalaupun itu persekusi pada akhirnya harus ada upaya penangkapan pada mereka yang sudah melakukan persekusi," kata Damar.
Damar meminta polisi bertindak tanpa menunggu korban membuat laporan. Damar mengungkapkan umumnya korban persekusi merasa takut membawa kasus ke polisi karena mereka berada di bawah ancaman.
"Kalau lihat sekarang akan susah mengharapkan korban melakukan pengaduan, karena mereka dalam kondisi tertekan, saya nggak yakin mereka mau melapor," kata dia.