Staf Kementerian PU Lakukan Kekerasan ke Jurnalis

Kamis, 01 Juni 2017 | 01:52 WIB
Staf Kementerian PU Lakukan Kekerasan ke Jurnalis
Ilustrasi kekerasan jurnalistik. [AJI]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan oleh petugas protokoler dan petugas keamanan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terhadap jurnalis Rakyat Merdeka Online (RMOL) Bunaiya Fauzi Arubone.

Kekerasan yang menimpa jurnalis ini mengancam kebebasan pers dan bertentangan dengan Undang-Undang Pers.

AJI juga mendesak Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk mengusut kasus ini dan menyerat pelakunya ke pengadilan. Pelaku kekerasan terhadap jurnalis tidak bisa dibiarkan tanpa hukuman.

“Tidak ada yang kebal hukum di negeri ini,” kata Ketua AJI Jakarta, Ahmad Nurhasim, Kamis (1/6/2017).

Baca Juga: Bergairah, Alasan Jurnalis Tahan Banting

Kekerasan ini terjadi di Ruang Serbaguna Lantai 17 Gedung Utama Kementerian PUPR sekitar pukul 18.30 WIB, Rabu (31/5/2017). Peristiwa ini bermula saat ‎Bunaiya hendak memotret Menteri  Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuldjono yang membagikan plakat di acara pengukuhan Pengurus Badan Kejuruan Teknik Lingkungan Persatuan Insinyur Indonesia periode 2017-2020.

Tiba-tiba petugas protokoler Menteri menyuruh Bunaiya menyingkir karena hendak menaruh gelas. Namun Bunaiya meminta izin untuk memotret terlebih dahulu. Tapi petugas protokoler itu justru menghardiknya.

Merasa dihina, Bunaiya pun menanyakan maksud perkataan tersebut. Setelah  itu, petugas protokoler malah mencekik sambil mendorongnya ke luar ruangan.

Melihat kejadian itu, pelayan dan sekuriti pun mengerumuni Bunaiya ‎sambil menghardik dan menggiringnya masuk lift untuk keluar walau korban telah menunjukkan bahwa  dia adalah jurnalis yang sedang liputan.

“Tindakan petugas protokoler dan keamanan sudah keterlaluan dan menunjukkan arogansi. Mereka bukan hanya tidak paham UU Pers tapi karena merasa dekat kekuasaaan sehingga melecehkan profesi jurnalis. Tindakan mereka menunjukkan pelaku tidak menghormati profesi jurnalis yang sedang bekerja untuk kepentingan publik,” kata Hashim.

Baca Juga: Ramos Horta: Jadi Korban Hoax dan Nasib Jurnalis Timor Leste

Pasal 4 UU Pers menyatakan  untuk menjamin kemerdekaan pers, jurnalis berhak mencari, memperoleh, dan menyampaikan informasi yang didapat kepada publik. Pasal 8 juga menyatakan dalam melaksanakan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum. Pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, dan kontrol sosial.

“Kekerasan ini adalah tindakan yang bisa dijerat dengan pasal pidana dan termasuk tindakan yang menghalangi-halangi  terlaksananya kemerdekaan pers. Pasal 18 UU Pers menyatakan menghalangi  terlaksananya kebebasan pers bisa dipenjara dua tahun atau denda Rp 500 juta. AJI mendukung korban menempuh jalur hukum untuk mencari keadilan dalam kasus kekerasan ini,” katanya.

AJI Jakarta juga mendesak Menteri Basuki Hadimuldjono memberikan hukuman terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Sebab dia meyakini hukuman ini akan mendorong pelaku dan petugas keamanan lainnya tidak mengulangi tindakan yang sama di masa depan.

“Bila tidak dihukum, bukan tidak mungkin kekerasan serupa akan berulang. Menteri juga harus mendidik anak buahnya agar mereka memahami UU Pers,” tutup Hashim.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI