Pelibatan Tentara Atasi Teroris Sudah Diatur UU TNI

Selasa, 30 Mei 2017 | 20:35 WIB
Pelibatan Tentara Atasi Teroris Sudah Diatur UU TNI
Konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (30/5/2017) malam. [Suara.com/Dian Rosmala]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan dari Lembaga Bantuan Hukum Pers Asep Komarudin mengatakan praktik anti terorisme Tentara Nasional Indonesia sudah ada dalam Undang-Undang tentang TNI. Itu sebabnya, menurut Asep, pelibatan tentara untuk mengatasi terorisme kurang tepat dimasukkan lagi ke dalam revisi UU Anti Terorisme yang sekarang dibahas DPR.

"Dengan kata lain, pelibatan militer menjadi pilihan terakhir yang dapat digunakan Presiden jika seluruh komponen pemerintah lainnya sudah tidak lagi dapat mengatasi aksi terorisme," kata Asep di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (30/5/2017).
Pelibatan militer dalam praktik anti terorisme sudah tercantum dalam Pasal 7 ayat 2 dan 3 Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004. 
 
Asep mengatakan lebih tepat jika pelibatan militer dalam aksi anti terorisme cukup mengacu pada UU TNI.

Yang lebih tepat, menurut dia, pemerintah dan DPR segera membentuk UU tentang tugas perbantuan sebagaimana aturan main lebih lanjut untuk menjabarkan seberapa jauh dan dalam situasi apa militer dapat terlibat dalam operasi militer selain perang, yang salah satunya mengatasi terorisme.

"Jika Presiden tetap berkeinginan mengatur tentang pelibatan militer dalam revisi UU anti terorisme, maka pelibatan itu hanya bisa dilakukan jika ada keputusan politik presiden," tutur Asep.

Pada titik ini, kata dia, militer tidak bisa melaksanakan operasi mengatasi terorisme tanpa keputusan dari Presiden dan pelibatan merupakan pilihan terakhir.

Asep mengatakan Presiden Joko Widodo perlu menjelaskan lagi mengenai keinginanan untuk untuk melibatkan TNI dalam praktik pemberantasan terorisme dan dicantumkan dalam UU Anti Terorisme.

"Sudah sepatutnya Presiden mempertimbangkan aturan hukum yang sudah ada, yakni UU TNI yang sudah mempertegas bahwa pelibatan militer dalam mengatasi terorisme harus atas dasar keputusan politik negara," kata Asep.
 
Ketua Panitia Khusus Revisi Undang-Undang ‎Anti Terorisme Muhammad Syafi'i mengatakan keterlibatan TNI dalam praktik antiterorisme tidak perlu diperdebatkan.

"Dalam UU 34 Tahun 2004 tentang TNI di Pasal 72 dinyatakan bahwa ada 14 Operasi Militer Selain Perang. Satu di antaranya memberantas teroris. Oleh karena itu sebenarnya tanpa UU ini (UU Anti Terorisme), TNI memang sudah memiliki kewenangan memberantas teroris. Itu diatur dalam undang-undang TNI," kata Syafi'i di DPR.

Menurut anggota Fraksi Partai Gerindra justru yang dibutuhkan saat ini bagaimana mengharmonikan kewenangan TNI dan Polri. Dalam revisi UU Anti Terorisme, kata Syafi'i, harmoni perlu diatur sehingga lebih sederhana, mudah, cepat, dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Kita ingin mengharmoninya agar tidak tumpang tindih," tutur dia.

Presiden Joko Widodo menginginkan unsur TNI dilibatkan dalam praktik antiterorisme. Presiden meminta keterlibatan TNI masuk dalam revisi Undang-Undang Anti Terorisme yang sekarang sedang dibahas DPR.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan pemerintah harus melakukan upaya total untuk melawan terorisme dengan memberikan kewenangan TNI juga.

"Karena yang kita lawan adalah musuh yang katakanlah satu aktivitas yang menghalalkan semua cara, yang tidak hanya sebatas di Indonesia. Karena itu bentuk perlawanan harus total, apakah polisi, masyarakat, dan TNI," kata Wiranto di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, kemarin.

Menurut Wiranto TNI diberi kewenangan melakukan tindakan memberantas terorisme dengan mencantumkanya ke dalam revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang saat ini masih dibahas DPR.

Dengan keterlibatan TNI diharapkan menjadi lebih kuat dan cepat memberantas terorisme, mengingat wilayah Indonesia yang berdekatan dengan Filipina Selatan yang diduga menjadi basis baru bagi Negara Islam Irak dan Suriah.

"Kerjasama itu menyangkut perlawanan terhadap terorisme, baik menyangkut dalam memerangi cyber tech yang digunakan mereka, baik mengenai jaringan-jaringan organisasinya, maupun logistik yang digunakan. Bahkan sudah ada rencana membuat 'mapping' internasional mengenai anatomi mereka," Wiranto menambahkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI