Suara.com - Komisaris Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti keabsahan Panitia Khusus (pansus) Hak Angket DPR untuk menelisik kinerja mereka, yang hanya berasal dari 5 fraksi.
Sebabnya, menurut ketentuan Pasal 201 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), pansus hak angket harus diisi oleh perwakilan seluruh fraksi.
"Persoalannya, jika pansus tetap dipaksakan terbentuk meski belum semua fraksi menyampaikan usulan anggotanya, tentu akan beresiko dengan UU. Apakah itu sah atau tidak sah, jadi persoalan hukum kembali," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Selasa (30/5/2017).
Baca Juga: Pelibatan TNI Dalam Perang Lawan Teroris Sangat Mungkin
Pada hari yang sama, sidang paripurna DPR mengumumkan susunan Pansus Angkat KPK. Tapi, pada sidang itu, hanya lima fraksi yang mengirimkan wakilnya, yakni Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Hanura, Fraksi PPP, dan Fraksi Nasdem.
Bila keabsahan pansus masih dipertanyakan, maka status penggunaan anggarannya pun akan bermasalah.
"Kalau pansus tidak sah, bagaimana dengan status penggunaan anggaran dan seluruh fasilitas yang digunakan oleh pansus itu dan kewajiban hukumnya? Ini menyisakan persoalan yang harus dijawab secara jelas," jelas Febri.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyatakan, pemimpin DPR masih menunggu kepastian dari lima fraksi lain yang belum mengirim perwakilan ke Pansus Angket KPK. Sejauh ini, tersisa dua fraksi yang menyatakan menolak mengirim wakil yaitu Fraksi PKS dan Demokrat.
Usulan hak angket ini tercetus saat KPK melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III pada Rabu (19/4) dini hari.
Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil Tolak TNI Diatur dalam UU Anti Terorisme
Pasalnya, KPK menolak untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani di luar persidangan terkait kasus korupsi e-KTP.