Suara.com - Pengepungan di Filipina telah meningkat, setelah delapan warga sipil ditemukan tewas di sebuah jurang, ditembak mati oleh militan yang terkait dengan negara Islam (ISIS).
Menurut keterangan polisi, pemberontak bersenjata menghentikan warga sipil, yang diyakini sebagai tukang kayu, saat mereka berusaha melepaskan diri dari kekerasan di Kota Marawi.
"Mereka terbunuh karena mereka tidak bisa mengutip ayat-ayat Al-Quran," kata perwira polisi Marawi, Jamail C Mangadang.
Polisi menemukan mayat-mayat itu tertembak di kepala, ada yang dengan tangan terikat di belakang punggung mereka, dan sebuah tanda dikaitkan dengan mayat yang mengatakan "munafik" (pengkhianat).
Baca Juga: Cegah ISIS, TNI dan Polri Jaga Ketat Perbatasan RI-Filipina
Pemberontak Maute telah berjuang menguasai Kota Marawi selama enam hari, saat mereka mencoba mendapatkan pengakuan dari Negara Islam sebagai cabang Asia Tenggara.
"Ini adalah konflik yang telah melampaui proporsi. Tingkat kerusakan dan orang-orang yang terkena dampaknya ... sangat besar," kata politisi lokal Zia Alonto Adiong dikutip Reuters.
Dalam upaya untuk membendung pengepungan tersebut, Presiden Rodrigo Duterte menempatkan pulau Mindanao yang mayoritas Muslim tersebut berada di bawah darurat militer, belum lama ini. Namun, tentara mengonfirmasi bahwa setidaknya 16 warga sipil telah tewas dalam bentrokan tersebut, karena korban tewas mendekati angka 100 orang.
Pemberontak Maute memulai pengambilalihan kota tersebut setelah pasukan keamanan Presiden Duterte berusaha menangkap Isnilon Hapilon, orang yang diyakini sebagai anggota ISIS di negara tersebut.
Hapilon dinilai sebagai salah satu teroris paling berbahaya di dunia dan Amerika Serikat menawarkan hadiah sebesar 5 juta dolar AS untuk penangkapannya. [Telegraph]
Baca Juga: Berdakwah di Filipina, Satu WNI Tewas