Subsidi Industri Biodiesel Bodong Dinilai Mirip Kasus BLBI

Minggu, 28 Mei 2017 | 08:52 WIB
Subsidi Industri Biodiesel Bodong Dinilai Mirip Kasus BLBI
Biodiesel [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Eksekutive Indonesia Development Monitoring (IDM), Fahmi Hafel mengatakan negara mengalami kerugian akibat pemberian subsidi kepada 11 Industri biodiesel. Dana puluhan triliunan rupiah tersebut dipungut dari hasil ekspor CPO.

Menurut Fahmi, pungutan yang sudah berjalan hampir dua tahun itu, dilakukan tanpa ada kontrol jelas. "Berpotensi adanya produksi biodiesel bodong," katanya dalam keterangan pers yang diterima wartawan, Sabtu (27/5/2017) malam.

Menurut dia lagi, dana pungutan ini ada kesamaanya dengan dana talangan pada kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Kesamaannya adalah sama-sama menguras uang negara yang susah payah dikumpulkan dan modusnya sama tipu muslihat oleh 11 industri biodiesel berbahan baku CPO yang juga pemilik Pabrik Kelapa sawit dan Perkebunan sawit paling luas di Indonesia," katanya menjelaskan.

Baca Juga: Para Lelaki Mau Rp1 Juta? Jadi Peserta KB

Kata Fahmi, seharusnya Presiden Joko Widodo diberikan masukkan yang benar terkait industri biodiesel tersebut. Sehingga pihak-pihak seperti produsen kelapa sawit dan CPO nasional, pembeli (importir) CPO dan produk turunannya di luar negeri, penyedia jasa di pelabuhan dan pemasok input perkebunan kelapa sawit dan negara tak mengalami kerugian.

"Joko Widodo harusnya diberikan masukan yang benar terkait Industri biodiesel yang banyak menyedot duit negara di era SBY," kata Fahmi.

"PE akan menekan harga di pasar dalam negeri sehingga menimbulkan disinsentif berproduksi bagi produsen CPO dan produk turunannya," ujarnya lagi.

Hal tersebut bisa berwujud pengurangan penggunaan input sehingga pemasok input juga mengalami imbas kerugian produsen. "Khusus untuk kasus CPO, pengusaha penghasil CPO akan menekan harga tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan petani. Jadi secara implisit, TBS juga terkena pungutan ekspor, meskipun petani tidak mengekspor," kata dia.

Selanjutnya, tambah Fahmi, penurunan produksi CPO dan produk turunannya menyebabkan ekspor CPO dan produk turunannya turun pula. Penurunan ekspor ini mengakibatkan kebutuhan importir di luar negeri tidak terpenuhi.

Baca Juga: Puasa Ramadan Bukan Alasan untuk Bermalas-malasan

Bahkan, apabila penerapan PE oleh Indonesia ini menimbulkan guncangan harga di pasar internasional, maka importir akan membeli CPO dan produk turunannya dengan harga lebih tinggi dari pada tanpa PE.

"Penurunan volume ekspor ini juga berarti merugikan pelaku bisnis di pelabuhan dan negara juga kehilangan devisa. Akhir nya bisa disimpulkan Presiden di bohongi 11 konglomerasi sawit, bikin Peraturan Pemerintah yang bertentangan dengan UU main teken teken aja," ujarnya mengakhiri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI