Setara Institute Kecam Intimidasi FPI Pada Dokter Lovita

Adhitya Himawan Suara.Com
Sabtu, 27 Mei 2017 | 15:01 WIB
Setara Institute Kecam Intimidasi FPI Pada Dokter Lovita
Laskar FPI bergerak dari Universitas Al Azhar menuju Polda Metro Jaya untuk memberikan dukungannya kepada Rizieq Shihab yang diduga terlibat kasus makar [Suara.com/Adie Prasetyo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Praktek intimidasi dan ancaman terhadap rasa aman kepada setiap warga Negara sedang terjadi di Kota Solok, Sumatera Barat. Kelompok Front Pembela Islam (FPI) dan simpatisannya mengitimidasi seorang Dokter bernama Fiera Lovita ahli Hemodialisa yang bekerja di RSUD Kota Solok.

Intimidasi bermula dari status di FB korban yang isinya “Kalau tidak salah, kenapa kabur? Toh ada 300 pengacara n 7 juta ummat yg siap mendampingimu, jangan run away lg dunk bib” “kadang fanatisme sudah membuat akal sehat n logika tdk berfungsi lagi, udah zinah, kabur lg, masih dipuja & dibela” “masi ada yg berkoar2 klo ulama mesumnya kena fitnah, loh...dianya kaburr, mau di tabayyun polisi beserta barbuk ajah ga berani”. 

Pernyataan Fiera Lovita tersebut diviralkan dengan berbagai macam plintiran dan hujatan kotor. Akibatnya yang bersangkutan mendapatkan intimidasi dari berbagai pihak. "Sejak dari pimpinan RSUD Solok bahkan intel dari Polres Kota Solok terkesan ikut mengintimidasi karena tunduk pada keinginan kelompok FPI," kata Bonar Tigor Naipospos dari Setara Institute dalam keterangan resmi, Sabtu (27/5/2017).

Baca Juga: LBH Pers Padang: Sejak Pilpres 2014, Kondisi Sumbar Berubah

Kasad intel Polisi Kota Solok Ridwan memperlihatkan konten Facebook dari handphonenya, dan menyatakan kelompok FPI yang tidak senang terhadap postingan Dokter Fiera Lovita dan berniat menggerebek dan menangkap yang bersangkutan.

Kasat Intel Polres Kota Solok Ridwan juga menginterogasi korban dan selain meminta identitas lengkap korban juga mempertanyakan “apakah status Fiera Lovita diminta oleh pendukung kebijakan Ahok dan bapak Presiden Jokowi”.

Tidak cukup sampai disitu, Bonar menyatakan bahwa Ridwan menyuruh menyuruh korban meminta maaf dan berjanji tidak akan melakukan hal seperti ini lagi. Sembari mengingatkan korban agar jangan macam-macam dulu, cukup menjalankan tugas sebagai dokter saja. Kasat Intel Ridwan mengatakan hati-hati, karena ada kelompok FPI yang akan mencari korban.

Selesai introgasi saat korban hendak menuju mobil pribadinya, sudah dikepung oleh beberapa orang berjubah, berjanggut dan berkopiah putih-putih mengetuk-ngetuk jendela mobil korban hingga anak-anaknya berusia 8 dan 9.8 tahun yang berada dalam mobil nangis ketakutan.

Kejadian intimidasi terus berlanjut. Ketua FPI setempat mendatangi RSUD tempat korban bekerja. Ketua FPI Kota Solok juga mengintimidasi korban dan meminta korban tidak menjawab serta harus patuh dengan tuntutan mereka agar membuat pernyataan meminta maaf yang disebarkan ke sosial media. Korbanpun dimarahi oleh Direktur RSUD Solok. Direktur beserta jajaran RSUD Solok yang didampingi oleh Kompol Darto dan kasad intel Ridwan mendesak agar korban membuat dan menyampaikan permintaan maaf, menyesal dan tidak akan mengulanginya lagi.
Korbanpun diminta membuat surat tulis tangan yang isinya permohonan maaf yang ditanda tangani korban dan beberapa yang hadir, kecuali Kepala RSUD dan pihak kepolisian yang hadir.
Intimiasipun terus berlanjut, korban diajak foto bersama yang kemudian kembali diviralkan ke media sosial, dan melalui sosmed tersebut, kelompok FPI dan pendukungnya terus mengunjingi korban dengan kata-kata makian dan hinaan.

Baca Juga: LBH Pers Padang Sebut Postingan Dokter Lovita Tak Salah

"Kuatnya tekanan dan intimidasi, membuat korban saat ini sangat tidak nyaman, karena juga dituduh komunis dan serapah lainnya. Yang bersangkutan menginginkan pindah dari Solok," ujar Sudarto dari Setara Institute dalam kesempatan yang sama.

Oleh sebab itu, Setara Institute mendesak agar kepolisian Polres Kota Solok dan dimanapun harus bersikap tegas terhadap kelompok-kelompok intoleran serta yang ingin selalu memaksakan kehendak. Selain itu agar korban yang terintimidasi diberikan rasa aman dan dilindungi hak asasinya.

"Sehubungan dengan modus kelompok-kelompok FPI dan kelompok intoleran lainnya mulai menebarkan tindakan intimidasi melalui media social, agar pihak terkait ditertibkan kontens rasisme, fitnah dan hoax," tutup Sudarto.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI