Suara.com - Kaum komunis Filipina dan Muslim Moro mengecam kebijakan darurat militer di selatan negeri tersebut, Pulau Mindanao, yang diterapkan Presiden Rodrigo Duterte sejak Rabu (24/5/2017).
Menurut mereka, penerapan darurat militer tersebut hanya dalih agar seluruh kekuasaan pemerintahan dan militer bisa dikontrol secara langsung oleh sang presiden.
Partai Komunis Filipina (PKF), Suara Bangsamoro, dan Moro Islamic Liberation Front (MILF), menilai melalui darurat militer, Filipina kekinian berada di ambang kediktatoran seperti era Ferdinand Marcos.
Ketua Suara Bangsamoro Jerome Succor Aba mengatakan, kebijakan tersebut bukan solusi bagi 22 juta orang penduduk Pulau Mindanao, termasuk Kota Marawi yang dikuasai gerombolan teroris Abu Sayyaf.
Baca Juga: PKB Dukung Revisi UU Anti Terorisme Cepat Selesai
“Darurat militer adalah kristalisasi kegagalan Duterte untuk menyejahterakan rakyat Moro, seperti janjinya saat kampanye. Gerombolan Abu Sayyaf hanyalah kelompok kecil dan tak memunyai visi membela rakyat tertindas. Kalau mau menghancurkan mereka, tak perlu darurat militer,” tegas Ketua Suara Bangsamoro Jerome Succor Aba, seperti dilansir Manila Today, Kamis (25/5/2017).
Ia mengatakan, Duterte tidak mengetahui akar persoalan yang dihadapi oleh mayoritas bangsa Moro di selatan Filipina.
Duterte, kata dia, gagal mengatasi masalah dasar orang-orang Moro seperti kemiskinan, monopoli kepemilikan lahan oleh kaum elite Moro maupun non-Moro, dan penguasaan lahan perkebunan serta operasi penambangan skala besar oleh perusahaan asing serta mitra lokal mereka.
“Duterte juga mengabaikan layanan sosial dasar, kurangnya kesempatan kerja, dan persoalan rakyat miskin lainnya. Tidak ada satu pun yang diselesaikan Duterte,” terangnya.
Sementara PKF dalam pernyataan resminya menilai darurat militer menjadi pintu masuk bagi Duterte untuk memperkuat barisan militer guna menekan perlawanan rakyat.
Baca Juga: Halte Transjakarta Kampung Melayu Sudah Bersih dari Ceceran Darah
"Dengan darurat militer, Duterte telah semakin berani mengintensifkan kampanye pembunuhan, penculikan, penyiksaan, penembakan tanpa pandang bulu, pendudukan militer, evakuasi paksa, pemboman udara, dan berbagai pelanggaran militer," demikian pernyataan resmi PKF.