“Individu ini pergi ke tempat ibadah untuk menjaga hubungan pertemanan, malu jika tidak menampakkan diri, dan segudang motivasi sosial lainnya,” kata dia.
Religiusitas-Pengambilan Keputusan
Sementara itu, peneliti etika Alumni Program Master of Science UGM Hadi Mahmudah mengatakan pernyataan tentang motivasi religiusitas diri diperoleh dari hasil penelitian yang menemukan hubungan erat antara religiusitas eksternal dengan pengambilan keputusan relativis.
Menurut dia individu yang memiliki skor religiusitas eksternal tinggi akan lebih condong mengambil keputusan yang relativis. Keputusan relativis kerap dianggap kurang beretika dan oportunis. Sebab, dasar baik buruknya tindakan bukan dari prinsip dasar agama/moralitas yang universal, tetapi lebih kepada kesepakatan sosial.
Temuan penelitian tersebut memberikan justifikasi bahwa orang yang tampak rajin beribadah belum tentu jujur, tidak korup, tidak berghibah, anti riya, dan bebas dari penyakit hati jenis lainnya. Karena itu, kata dia, menyambut Ramadhan yang penuh berkah ini, masyarakat hendaknya mulai instropeksi diri.
“Kecenderungan religiusitas mana yang ada dalam diri kita? Ekstrinsik atau instrinsik? Kemudian, pantaskah kita menilai orang lain hanya dari kebiasaan ibadah yang kasat mata? Semoga secuil pengetahuan ini menghindarkan diri dari ibadah yang riya’ yang sia-sia, serta memicu perbaikan diri di bulan suci,” kata Mahmudah.