Siap Disidang, Patrialis Akbar Minta Pers Adil

Reza Gunadha Suara.Com
Rabu, 24 Mei 2017 | 12:39 WIB
Siap Disidang, Patrialis Akbar Minta Pers Adil
Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar mengenakan baju tahanan setelah tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/1).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar menyatakan siap menghadapi sidang di Pengadilan Tindak Pidak Korupsi Jakarta, dalam kasus dugaan suap terkait uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.

"Insya Allah saya siapkan diri, saya tunggu dulu dakwaannya. Mudah-mudahan minggu depan dilimpahkan, saya serahkan semuanya kepada jaksa penuntut umum (JPU)," kata Patrialis di Jakarta, Rabu (24/5/2017).

Patrialis juga menyatakan siap membuka fakta terkait kasus tersebut pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Hal itu yang paling penting, tentu saya mempersiapkan diri sepenuh hati sesuai dengan fakta-fakta yang saya miliki, saya juga senang waktu pelimpahan kemarin dengan JPU kami sudah berkomunikasi dengan baik, penyidiknya juga baik. Tinggal nanti kami sama-sama menghadapi di pengadilan secara bersama-sama sebaik mungkin," tuturnya.

Baca Juga: Gerindra Minta Tradisi Sidang Itsbat Dihapus Pemerintah

Selain Patrialis, orang kepercayaannya yang juga menjadi tersangka, yaitu Kamaludin dalam kasus tersebut juga akan segera disidang.

"Benar, untuk dua orang tersangka dalam kasus indikasi suap terhadap hakim MK terkait perkara 'judicial review', hari ini dilakukan pelimpahan tahap 2. Penyidik akan menyerahkan tersangka dan berkas ke penuntutan dan dalam waktu dekat persidangan akan dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/5).

Artinya, JPU KPK punya waktu maksimal 14 hari untuk membuat dakwaan sebelum dilimpahkan ke PN Jakarta Pusat.

Patrialis hingga pelimpahan tetap tidak mengakui perbuatannya yang diduga menerima sejumlah uang dalam proses "judicial review".

"Belum ada putusan hakim yang menyatakan dia (Basuki) penyuap saya. Saya juga belum ada putusan hakim yang menyatakan penerima suap, jadi jangan kita 'bluffing' seperti itu, kalian (wartawan) semua manusia biasa, kita sama saja. Saya mohon pers yang bertanggung jawab dan 'fair', bagi saya ini ujian atau musibah. Kenapa? Saya hadapi, sekali lagi tolong jangan memutuskan sesuatu sebelum hakim memutuskan itu," kata mantan Menteri Hukum dan HAM itu.

Baca Juga: Jadi Teladan, Guru Jangan Merokok

Sebelumnya, dua tersangka pemberi suap kepada Patrialis Akbar juga akan segera disidang.

"Kasusnya sudah pelimpahan tahap dua untuk Basuki Hariman (BHR) dan Ng Fenny (NGF) dalam kasus indikasi suap terhadap Hakim MK terkait uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014. Kami limpahkan dari proses penyidikan ke penuntutan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (18/5).

Febri mengatakan, persidangan terhadap dua tersangka itu direncanakan akan dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama CV Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman.

Dugaan suap itu dilakukan agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 eternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.

Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI