Presiden Filipina Nyatakan Darurat Militer di Mindanao

Ruben Setiawan Suara.Com
Rabu, 24 Mei 2017 | 01:46 WIB
Presiden Filipina Nyatakan Darurat Militer di Mindanao
Presiden Filipina Rodrigo Duterte. (AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Presiden Filipina Rodrigo Duterte memberlakukan darurat militer di kawasan Pulau Mindanao bagian selatan, Selasa (23/5/2017), menyusul baku tembak antara pasukan keamanan Filipina dengan militan pro-ISIS di Kota Marawi

Pemberlakuan darurat militer disampaikan juru bicara Duterte dalam sebuah konferensi pers di Moskow, Rusia. Kebetulan, Duterte sedang dalam kunjungan kerja ke negara tersebut.

“Mulai pukul 10.00 malam waktu Manila, Duterte memberlakukan darurat militer di seluruh Pulau Mindanao,” kata juru bicara Duterte Ernesto Abella dalam tayangan televisi.

Abella mengatakan, darurat militer akan berlangsung selama 60 hari, sesuai dengan batas konstitusional pemberlakuan undang-undang tersebut.

Darurat militer terbilang isu sensitif di kalangan masyarakat Filipina. Pasalnya, darurat militer pernah diberlakukan oleh diktator Filipina di masa lampau, Ferdinand Marcos. Dengan darurat militer tersebut, Marcos berhasil mempertahankan kekuasaannya selama dua dekade. Ia digulingkan rakyat pada tahun 1986.

Mindanao terdiri atas satu pulau besar dan beberapa pulau lain yang lebih kecil. Kawasan tersebut dihuni sekitar 20 juta orang, di mana sepertiganya merupakan pemeluk agama Katholik.

Abella mengatakan, Duterte akan mempersingkat kunjungannya ke Moskow dan segera kembali ke Filipina. 

Sebelumnya diberitakan, pasukan keamanan terlibat pertempuran sengit dengan puluhan militan pro-ISIS di Marawi. Marawi, kota berpenduduk 200 ribu orang tersebut berjarak 800 kilometer dari Manila, ibu kota Filipina.

Seorang polisi dan dua tentara tewas dalam pertempuran tersebut. Pertempuran berawal dari penyerbuan polisi dan tentara ke sebuah rumah yang disinyalir menjadi tempat persembunyian Isnilon Hapilon, pemimpin Abu Sayyaf merangkap pemimpin ISIS cabang Filipina. 

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyediakan hadiah 5 juta Dolar bagi siapapun yang bisa ‘menyerahkan kepala’ Hapilon. Hapilon diklaim sebagai pelaku teror terhadap warga negara AS, termasuk penculikan 3 warga negara AS pada tahun 2001, di mana dua diantaranya dibunuh.

Pengamat keamanan mengatakan, Hapilon selama ini berupaya menyatukan kelompok-kelompok militan di Filipina yang menyatakan kesetiaannya kepada ISIS. Salah satunya adalah kelompok Maute yang bermarkas di dekat Marawi.

Abu Sayyaf, Maute, dan kelompok garis keras lainnya mengklaim ingin mendirikan sebuah kekhalifahan Islam di Filipina selatan untuk ISIS. (AFP)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI