Suara.com - Desakan agar Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dibebaskan dari bilik penjara terus mengalir. Bahkan, desakan juga dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Ahok divonis dua tahun penjara karena dinilai bersalah dalam kasus penodaan agama. Kekinian ia ditahan sesuai perintah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (9/5/2017). Ahok sudah menyatakan mencabut ikrar banding dan menerima putusan tersebut.
Namun, kantor Komisi Tinggi HAM PBB (OHCHR) tetap mendesak pemerintah Indonesia membebaskan Ahok dan meninjau ulang pasal-pasal yang mengatur penodaan agama.
Desakan itu disampaikan OHCHR dalam pernyataan resmi tertulis yang disusun oleh tiga pakar cum Pelapor Khusus HAM PBB , Senin (22/5).
Baca Juga: Isi Lengkap Surat Ahok dari Sel, Istri Baca Sambil Sesenggukan
Ketiga Pelapor Khusus HAM PBB itu ialah Pelapor Khusus Tentang Kebebasan Beragama, Ahmed Shaheed; Pelapor Khusus tentang Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, David kaye; dan, Ahli Independen untuk Promosi tatanan internasional demokrasi, Alfred de Zayas.
”Hukum pidana yang mengatur hukuman mengenai penghujatan adalah pengekangan ilegal terhadap kebebasan berekspresi. Hukum itu juga secara tidak proporsional menargetkan orang maupun kelompok minoritas agama atau agama tradisional, orang-orang nonagama, dan pembangkang politik,” tulis ketiganya.
Selain itu, OHCHR juga meminta pemerintah Indonesia membatalkan vonis terhadap Ahok.
”Kami meminta pemerintah Indonesia membatalkan hukuman terhadap Purnama melalui proses banding atau memberikan pengampunan sebagai bentuk luasnya. Dengan kata lain, membatalkan hukuman dengan apa pun instrumen yang tersedia dalam hukum Indonesia,” tulis para ahli tersebut.
Untuk diketahui, Ahok divonis dua tahun penjara dan diperintahkan langsung ditahan. Dalam persidangan, Ahok menyatakan banding. Kekinian, Ahok mendekam dalam Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Baca Juga: Tangis Veronica Pecah saat Bacakan Surat Ahok
Termutakhir, Ahok melalui sang istri, Veronica Tan, mencabut berkas upaya banding di Pengadilan Tinggi Jakarta. Ia beralasan menerima putusan hakim untuk menstabilisasi kondisi berbangsa dan bernegara.