Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto menyampaikan sejumlah amanat dalam sambutannya pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Golkar di Novotel, Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (22/5/2017).
Di antaranya, Novanto menyampaikan dukunganya kepada pemerintah yang berani mengambil tindakan tegas terhadap kelompok dan organisasi yang menyebarkan paham dan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila, termasuk pembubaran Hisbut Tahrir Indonesia.
Selain itu, Partai Golkar juga mendukung ketegasan Presiden Joko Widodo yang menyatakan, jika Partai Komunis Indonesia muncul kembali kepermukaan, maka harus di tindak dengan tegas.
"Kita tidak boleh menutup mata atas munculnya paham dan ajaran yang ingin mengganti idelogi Pancasila dengan ideologi khilafah serta ancaman bangkitnya kembali ideologi komunisme," katanya.
"Dan, bagi Partai Golkar, jika taruhannya adalah ideologi Pancasila, tegaknya NKRI serta persatuan dan kesatuan bangsa, maka tidak boleh ada keraguan sedikitpun untuk bersikap dan bertindak dengan tegas. Negara Pancasila adalah bentuk ideal dan sudah final bagi bangsa Indonesia," tambahnya.
Novanto juga meminta supaya tidak boleh berdiam diri dengan munculnya politik identitas yang memanfaatkan isu Suku, Agama dan Ras. Dia mengakui, polarisasi dan fragmentasi dari politik identitas ini muncul sebagai dampak dari pertarungan Pilkada.
"Sebagai partai tengah, Partai Golkar harus menjadi payung dan tenda besar bagi kemajemukan bangsa. Partai Golkar beserta seluruh jajarannya harus merangkul semua kelompok, golongan, etnis dan agama untuk berteduh di bawah rindangnya pohon beringin," tuturnya.
Dalam kesempatan ini, Novanto mengatakan, semenjak Partai Golkar bergabung dengan pemerintahan Jokowi-JK, stabilitas pemerintahan lebih terjamin. Karena, sambungnya, mendapat dukungan mayoritas dari DPR. Sehingga banyak prestasi yang telah dicapai.
Prestasi itu di antaranya, untuk pertama kalinya setelah 12 tahun sejak 2004, BPK memberikan penilaian wajar tanpa pengeculian (WTP) terhadap laporan keuangan pemerintah. Kemudian, tambahnya, keberhasilan pemerintah menurunkan angka gini ratio dari 0,41 pada tahun 2014 kini mendekati 0,38.
Namun, dia menyadari, masih ada kendala yang dihadapi pemerintah. Yaitu, persoalan utama yang perlu diatasi adalah bagaimana merubah nasib 27 juta masyarakat yang masih berada dibawah garis kemiskinan.