Bendahara Panitia Penerima dan Pemeriksa hasil Pengadaan proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik Junaedi mengaku pernah membuat surat pertanggungjawaban fiktif dalam pembukuan terkait anggaran proyek e-KTP. Pasalnya, uang yang dipinjamkan pejabat Kemendagri yang kini jadi terdakwa, Sugiharto, sebesar Rp2,5 miliar belum dibayar.
Hal itu dikatakan Junaedi setelah jaksa penuntut ymum pada Komisi Pemberantasan Korupsi Abdul Basir membacakan berita acara pemeriksaan ketika diperiksa penyidik.
"Di BAP saudara, saudara bilang bahwa sampai sekarang uang itu tidak pernah dikembalikan ke saya. Makanya, saya dan staf lain buat SPJ fiktif atas perintah Sugiharto. Benar ini saudara?" kata Basir di gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (22/5/2017).
SPJ fiktif tersebut dibuat Junaedi untuk pembayaran hotel dan pembelian tiket. Uang tersebut seolah-olah dipakai oleh tim supervisi yang melakukan perekaman data di daerah.
"SPJ-nya berupa tiket, bill hotel. Dan saya dapatkan dari tim supervisi di daerah," katanya.
Menurut Kepala Sub Bagian Perbendaharaan Sesditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri tersebut peminjaman uang tidak diketahui peruntukkannya. Dia juga mengaku tidak pernah berinisiatif menanyakan perihal kegunaan uang tersebut saat dipinjam Sugiharto.
Junaedi mengatakan bahwa terkait proyek e-KTP baru satu kali membuat SPJ fiktif. Hal itu, semata-mata untuk menutupi uang Rp2,5 miliar uang yang belum dikembalikan oleh Sugiharto.
"Hanya itu saja, untuk menutupi uang Rp2,5 miliar itu," kata Junaedi.
Hal itu dikatakan Junaedi setelah jaksa penuntut ymum pada Komisi Pemberantasan Korupsi Abdul Basir membacakan berita acara pemeriksaan ketika diperiksa penyidik.
"Di BAP saudara, saudara bilang bahwa sampai sekarang uang itu tidak pernah dikembalikan ke saya. Makanya, saya dan staf lain buat SPJ fiktif atas perintah Sugiharto. Benar ini saudara?" kata Basir di gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (22/5/2017).
SPJ fiktif tersebut dibuat Junaedi untuk pembayaran hotel dan pembelian tiket. Uang tersebut seolah-olah dipakai oleh tim supervisi yang melakukan perekaman data di daerah.
"SPJ-nya berupa tiket, bill hotel. Dan saya dapatkan dari tim supervisi di daerah," katanya.
Menurut Kepala Sub Bagian Perbendaharaan Sesditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri tersebut peminjaman uang tidak diketahui peruntukkannya. Dia juga mengaku tidak pernah berinisiatif menanyakan perihal kegunaan uang tersebut saat dipinjam Sugiharto.
Junaedi mengatakan bahwa terkait proyek e-KTP baru satu kali membuat SPJ fiktif. Hal itu, semata-mata untuk menutupi uang Rp2,5 miliar uang yang belum dikembalikan oleh Sugiharto.
"Hanya itu saja, untuk menutupi uang Rp2,5 miliar itu," kata Junaedi.