Suara.com - Pejabat teras kantor kepolisian Amsterdam, Belanda, mengajukan usulan kepada parlemen agar perempuan polisi (polwan) mereka yang beragama Islam diizinkan memakai jilbab saat bertugas.
Namun, seperti dilansir media berpengaruh di Belanda De Telegraaf, Minggu (21/5/2017), usulan itu mentah-mentah ditolak oleh anggota parlemen dari enam partai politik besar.
“Usulan itu sebenarnya ditujukan agar polwan kami mudah menjaga ketertiban dalam masyarakat. Perlu diketahui, Amsterdam kini mengalami perubahan populasi terkait etnis. Warga kami banyak yang Muslim sekarang, sehingga polisi juga harus melakukan perubahan untuk penyesuaian,” tutur pejabat Kepolisian Belanda Komisaris Pieter-Jaap Aalbersberg.
Ia menuturkan, 52 persen warga Amsterdam memunyai latarbelakang etnis tertentu di luar suku bangsa asli Belanda.
Baca Juga: Aktivis LGBT Kritik Penangkapan Homoseksual di Ruang Privat
Karenaya, kata Pieter, polisi juga harus melakukan reformasi sehingga turut mengadopsi keberagaman etnis tersebut dan mengampanyekan kehidupan harmonis dalam situasi multikultural.
“Selama ini, aparat kepolisian setempat belum mencerminkan keberagaman. Hanya 18 persen polisi yang berlatarbelakang non-Belanda,” terangnya.
Sebenarnya, kata dia, pejabat kepolisian tidak hanya meminta izin parlemen agar polwan mereka dibolehkan memakai jilbab.
“Kami juga meminta wakil rakyat yang terhormat untuk membolehkan anggota kami mengenakan simbol agamanya masing-masing saat bertugas. Misalnya salib untuk Kristen maupun yarmulkes untuk Yahudi,” tandasnya.
Sementara Menteri Keselamatan dan Kehakiman Belanda Stef Blok ternyata turut menolak usulan kepolisian tersebut.
Baca Juga: Pebasket NBA Asal Turki: Erdogan adalah Hitler Abad Ini!
“Kami mendukung kebebasan beragama, Islam, Kristen, Katolik, Yahudi, dan lainnya. Tapi, simbol keimanan seseorang tidak bisa digabungkan dengan seragam polisi yang harus berada di atas semua agama dalam struktur masyarakat. Itu untuk menunjukkan netralitas,” terangnya.