Pengacara Bicara Blak-blakan Soal Kasus Rizieq Shihab

Siswanto Suara.Com
Jum'at, 19 Mei 2017 | 19:52 WIB
Pengacara Bicara Blak-blakan Soal Kasus Rizieq Shihab
Pengacara Kapitra Ampera di Masjid Al Ittihaad, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (12/2/2017). [suara.com/Nikolaus Tolen]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kuasa hukum Habib Rizieq Shihab, Kapitra Ampera, memberikan penjelasan panjang lebar mengenai penanganan kasus Rizieq.

Kapitra mengatakan masyarakat dan hukum adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum bertujuan untuk mewujudkan keteraturan dalam mencapai keadilan dan kepastian hukum sehingga segala perbuatan baik masyarakat maupun pemerintah harus berlandaskan hukum.

Fenomena hukum saat ini dirasakan Kapitra menyimpang dari rule-nya, penegakan hukum yang unprosedural, dan berjalan sesuai dangan kepentingan dan sasaran yang diinginkan penguasa.

"Habib Rizieq menjadi salah satu korban dari turbulensi hukum saat ini, yang menyerangnya dalam berbagai bentuk kriminalisasi," kata Kapitra.

Salah satu kasus yang kini menyerang Rizieq adalah dugaan chat berkonten pornografi yang dituduhkan kepadanya dengan Ketua Yayasan Solidaritas Sahabat Cendana Firza Husein.

Kapitra menjelaskan kasus tersebut menjadi viral setelah adanya postingan pada situs website www.4n5hot.com dan situs baladacintarizieq.com pada tanggal 29 Januari 2017 yaitu foto screenshot percakapan aplikasi chatting WhatsApp yang diduga antara Firza Husain dan Habib Rizieq, berisikan percakapan yang mengandung pornografi dan foto-foto diduga Firza tanpa busana. Foto screenshot tersebut kemudian diunggah dan disebarluaskan melalui akun Facebook Philip Joeng/Oeng Tay Joeng.

Baik pihak Rizieq maupun Firza -- yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka -- menolak dengan tegas tuduhan dan fitnah tersebut.

"Tuduhan tersebut merupakan bentuk rekayasa untuk membunuh karakter (character assasination) Rizieq yang belakangan menjadi corong dari berbagai kegelisahan masyarakat terutama umat Islam atas berbagai penyimpangan yang terjadi pada pemerintahan saat ini," kata Kapitra.

Menurut Kapitra penyidikan dalam kasus ini terlalu terburu-buru dan dipaksakan sehingga mengabaikan hal-hal substansi dan prosedural dalam penegakan hukum.

"Agenda terselubung dari penyidikan ini merupakan penghancuran moral, harkat dan martabat Habib Rizieq dengan melemparkannya ke dalam turbulensi moral dengan efek demoralitas. Penyidik menjadikan keterangan ahli pengenalan wajah (face recognation) sebagai dasar alat bukti dalam penyidikan kasus ini. Ahli Face Recognation menilai keaslian foto dengan cara membandingkan wajah Firza dengan wajah wanita yang terdapat dalam foto screenshot percakapan tersebut. Metode tersebut sesungguhnya tidak dapat menjadi acuan, karena hanya menilai kebenaran wajah, tidak serta merta membuktikan bahwa tubuh telanjang pada foto tersebut merupakan bagian tubuh Firza," kata Kapitra.

Menurut Kapitra foto screenshot percakapan tersebut merupakan rekayasa. Hal ini dapat terjadi, kata dia, karena pada Desember 2016 Firza merupakan salah satu dari beberapa orang yang ditahan oleh pihak kepolisian dengan dugaan makar sebelum Aksi Bela Islam 212. Pada saat itu, tiga buah ponsel milik Firza disita oleh pihak Polri sehingga sangat memungkinkan, foto-foto miliknya disalahgunakan oleh pihak tertentu dengan melakukan editing foto dan rekayasa (fake) chat WhatsApp untuk menfitnah Firza dan Rizieq. Sehingga yang menjadi poin penting dalam penyidikan, kata Kapitra, bukanlah foto tersebut benar wajah Firza, tapi apakah gambaran badan yang telanjang sebagaimana yang dilarang Undang-Undang Pornografi, merupakan tubuh milik Firza.

Kapitra menambahkan Firza telah dikenakan padanya Pasal 4 Ayat 1 Jo. Pasal 29 dan atau Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi dan atau Pasal 27 Ayat 1 jo. Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Adapun terhadap aturan yang disangkakan kepadanya berbunyi, yaitu: 

Pasal 4 ayat 1 UU Pornografi : Larangan memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan atau menyediakan pornografi – diantaranya ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan. Pasal 27 ayat 1 UU ITE: Larangan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Kapitra menegaskan pasal-pasal tersebut tidak tepat dikenakan pada Firza. Aturan-Aturan tersebut, kata Kapitra, semestinya menjerat pada pihak-pihak yang telah membuat, menyebarluaskan, dan menyiarkan foto tersebut.

"Menjadi pertanyaan besar, apakah minimal dua alat bukti (positive evidence) dalam menetapkan tersangka sebagaimana yang disyaratkan dalam pasal 1 angka 14 KUHAP Jo. Putusan MK Nomor  21/PUU-XII/2014, telah benar-benar dipenuhi oleh penyidik? Karena realitanya, perbuatan yang disangkakan dalam UU Pornografi dan UU ITE tersebut bukanlah dilakukan oleh tersangka Firza Husein, melainkan oleh pemilik situs www.4n5hot.com, situs baladacintarizieq.com., dan Philip Joeng/Oeng Tay Joeng. Maka semestinya, demi keadilan dan kepastian hukum penyidik harus mengungkap dan menangkap terlebih dahulu siapa creator dalam fitnah tersebut," kata Kapitra.

​Kapitra memaparkan bahwa andai kata foto-foto tersebut benar adalah foto pribadi Firza, dia juga tidak dapat diancam dengan pidana sebagaimana ketentuan, oleh karena haruslah dibuktikan adanya perbuatan menyebarluaskan.

"Penjelasan Pasal 4 ayat 1 UU Pornografi tersebut, disebutkan bahwa kata “membuat” adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri. Sehingga, bila benar foto tersebut merupakan milik firza yang didokumentasikannya untuk dirinya pribadi, maka tidak dapat dikenakan pada UU Pornografi," katanya.

"Bahwa sementara itu, tidak dapat dibuktikan keterlibatan Habib Rizieq dalam tuduhan tersebut. Bukti screenshoot percakapan berisi percakapan via chating WhatsApp dengan nama profil “Habib Rizieq”. Namun, tidak dapat dipastikan apakah percakapan tersebut benar dilakukan dengan Habib Rizieq, karena sangat banyak Aplikasi yang dapat memalsukan percakapan seseorang dengan mudah yaitu salah satunya aplikasi Fake WhatsApp Chat Generator. Disamping itu, dengan cara manual seseorang dapat merubah nama dan foto pada halaman profil whatsApp dengan mudah, sehingga sangat mudah untuk melakukan fitnah dengan cara tersebut. Ditambah lagi, kenyataannya tidak ada foto-foto milik Habib Rizieq di dalam percakapan tersebut yang memungkinkan pembuktian apakah Habib Rizieq terlibat didalamnya," Kapitra menambahkan.

Salah satu saksi yang telah dimintai keterangan polisi dalam perkara ini adalah Fatimah Husein Assegaf (Kak Ema). Kepada media, Kak Emma menyatakan bahwa dia tidak mengetahui mengenai percakapan via telpon secara monolog yang diduga merupakan curhatan dari Firza Husain. Kak Ema juga menyatakan bahwa hubungan Rizieq dan Firza adalah hubungan pengajar dengan murid, karena Firza kerapkali mengikuti pengajian Rizieq. Di luar itu kak Ema mengatakan tidak mengetahui apapun dan keberatan dia harus dikait-kaitkan dengan fitnah tersebut.

Kepada media dia juga mengatakan bahwa selama proses BAP sebanyak tiga kali, para penyidik memberikan tekanan psikologis kepadanya agar membenarkan segala yang dituduhkan kepada Habib Rizieq yang ia sama sekali tidak mengetahui hal itu.

"​Tekanan yang dilakukan kepada saksi ini merupakan bentuk kejahatan, dan melanggar ketentuan Pasal 117 KUHAP, yang memberikan jaminan kepada saksi dalam memberikan keterangan kepada penyidik tanpa tekanan dari siapapun dan bentuk apapun. Sangat terang dan tidak terbantahkan, saksi telah membuktikan bahwa penyidik dengan segala upaya yang terstruktur dan sistematis berupaya mengkriminalisasi Habib Rizieq," katanya.

Kapitra mengatakan Rizieq memang telah dilakukan pemanggilan sebagai saksi dalam perkara tersebut. Namun Rizieq belum bisa hadir karena masih dalam kegiatan melaksanakan ibadah Umrah.

"Andaipun pihak penyidik benar-benar membutuhkan keterangannya, KUHAP telah memberikan peluang sebagaimana ketentuan pasal 113 KUHAP mendatangi saksi untuk mengambil keterangannya. Sehingga tidak ada halangan untuk proses hukum tetap berjalan. Namun, perlulah dikaji seberapa urgent kebutuhan keterangan Habib Rizieq dalam perkara ini. Menurut ketentuan pasal 1 angka 27 KUHAP bahwa keterangan saksi adalah keterangan tentang apa dilihat, didengar, atau dialami saksi tentang suatu tindak pidana, sementara Habib Rizieq tidak memiliki pengetahuan tentang dugaan chating berkonten pornografi tersebut. Maka, yang terjadi pada pemeriksaan Kak Ema, tentunya sangat mungkin pemeriksaan Habib Rizieq akan dilakukan dengan cara yang sama, dengan berbagai tekanan dan diarahkan agar ia membenarkan segala yang dituduhkan terhadapnya," kata Kapitra.

Kapitra juga menekankan penyidikan perkara ini tidak didasarkan atas laporan dari seseorang, siapa yang menjadi korban, dan kepentingan siapa dan apa yang terganggu atasnya. Menurut dia hal ini menambah keyakinan bahwa ada invisible power yang berupaya untuk mengkriminalisasi Habib Rizieq.

"Jika mau bersikap adil, sangat banyak pada tekhnologi di media sosial, perilaku masyarakat bahkan Public Figure yang melanggar ketentuan UU Pornografi dan UU ITE, namun tidak dilakukan upaya penertiban sebagaimana yang dilakukan terhadap dugaan kasus ini," katanya.

Kapitra mengatakan pada hakekatnya  hukum bertujuan untuk mengatur kepentingan dan ketertiban masyarakat.

"Segala proses hukum terhadap dugaan Tindak Pidana ini diharapkan dapat diproses dengan seadil-adilnya, dalam koridor hukum agar tercapainya kepastian hukum. Hal ini mesti dijaga untuk mencari kebenaran yang berkeadilan (Secundum aequum et bonum) dan menghindari prasangka adanya law enforcement by order dalam kasus ini. Wa’tasumu billah. Wa maulakum. Fani’mal maula wa ni’mal nazir," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI