Suara.com - Direktur Riset Maarif Institute Ahmad Imam Mujadid Rais mengatakan, Pancasila yang menjadi dasar dan falsafah hidup bangsa sudah mencerminkan nilai-nilai Islam, sehingga tidak perlu lagi ada upaya mengubah Indonesia menjadi negara agama.
"Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sudah mencerminkan Islam. Itu yang tidak pernah dilihat oleh kelompok-kelompok pengusung kekhilafahan," kata Rais dalam diskusi buku "Ilusi Negara Islam" di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Kamis (18/5/2017).
Kalaupun kemudian ada kekurangan dalam penerapan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Rais mengatakan, merupakan tugas dan tanggung jawab seluruh elemen bangsa untuk memperbaiki.
Tentang pemikiran negara Islam atau kekhalifahan, Rais mengatakan sudah pernah diperdebatkan oleh para ulama pada masa-masa awal kemerdekaan.
Baca Juga: Milla Akan Panggil Pemain Senior ke Timnas U-22, Siapa?
Hal yang sama juga terjadi pada negara-negara yang mayoritas rakyatnya beragama Islam lain yang saat itu baru merdeka dari penjajahan.
Mereka, kata Rais, mencari format yang tepat untuk negaranya, termasuk kemungkinan kembali membangun kekhalifahan.
"Andai pemikiran negara Islam masih ada, mengapa tokoh-tokoh Islam seperti (Mohammad) Hatta dan (Mohammad) Natsir tidak memilih bergabung? Mereka percaya sudah ada aspek islami melalui perjuangan membangun negara dan melindungi masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," tuturnya.
Karena itu, perdebatan tentang apakah Indonesia masih perlu menjadi negara Islam sudah seharusnya ditinggalkan.
Justru, menurutnya, yang perlu menjadi wacana dan dikritisi saat ini adalah aspek keadilan sosial yang merupakan salah satu prinsip Islam.
Baca Juga: Soal Mangkirnya Habib Rizieq, Ini Kata Ketua Advokasi FPI
"Negara Kesatuan Republik Indonesia harus bisa menjaga keadilan sosial," ujarnya.
Pembicara lain dalam diskusi buku itu adalah Koordinator Program Wahid Foundation untuk Promosi Kebinekaan dan Toleransi Bagi Kaum Muda Anis Hamim, sejarawan Universitas Indonesia Erwiwn Kusuma, dan Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Nuruzzaman.