Suara.com - Venezuela mengirimkan 2.000 prajurit pada, Rabu (17/5/2017) waktu setempat, ke negara bagian di perbatasan yang merupakan titik nyala gerakan radikalisme anti-pemerintah setelah penjarahan yang menewaskan seorang remaja 15 tahun dalam kerusuhan terbaru di negara tersebut.
Kebanyakan toko dan tempat usaha di San Cristobal, ibu kota negara bagian Tachira di perbatasan Kolombia, ditutup dan dijaga oleh tentara pada Rabu, meskipun penjarahan berlanjut di beberapa sektor miskin, kata penduduk setempat.
Orang-orang mengambil barang-barang termasuk kopi, popok bayi dan minyak goreng di negara penghasil minyak, OPEC, di mana krisis ekonomi brutal telah membuat bahan pokok dan obat-obatan menghilang dari pasaran di negeri itu.
Barikade sampah, ban mobil, dan pasir berserakan di jalanan dan kehidupan sehari-hari berantakan di kota yang juga menjadi titik nyala selama gelombang kerusuhan 2014 terhadap Presiden sayap kiri Nicolas Maduro itu.
Baca Juga: 10 Mobil Tabrakan Beruntun Tol Cipularang, 3 Wafat dan 26 Luka
Ratusan ribu orang telah turun ke jalan-jalan di Venezuela sejak awal April menuntut di selenggarakannya pemilihan umum, pembebasan aktivis yang dipenjara, bantuan luar negeri dan kekuasaan otonom untuk badan legislatif yang dipimpin oposisi.
Pemerintah Maduro menuduh mereka mencoba melakukan kudeta dengan kekerasan dan mengatakan jika para pengunjuk rasa tidak lebih dari "teroris." Perusahaan minnyak negara PDVSA juga menyalahkan pemblokiran sebagai penyebab kekurangan bensin di negara itu, Rabu.
Di Tachira, remaja Jose Francisco Guerrero ditembak mati dalam serentetan aksi penjarahan, kata kerabatnya.
"Ibuku menyuruh saudaraku untuk membeli tepung dan beberapa saat kemudian, kami menerima telepon mengatakan ia sudah terluka oleh peluru, "kata saudara perempuannya Maria Contreras, saat menunggu jenazahnya dibawa ke kamar jenazah San Cristobal.
Kantor kejaksaan mengkonfirmasi kematiannya, yang menjadikan total korban tewas dalam enam minggu kerusuhan setidaknya 43 orang, sama dengan aksi protes pada 2014.
Baca Juga: Diseruduk Truk Tronton, 10 Mobil Terlibat Tabrakan Beruntun
Sementara itu Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa memberikan perhatiannya pada krisis yang terjadi di Venezuela untuk pertama kalinya pada Rabu sebagai tindaklanjut atas peringatan Amerika Serikat terhadap konsekuensi "ketidakstabilan serius" di negara tersebut.
"Kami mulai melihat ketidakstabilan serius di Venezuela," kata Duta Besar Amerika Serikat untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Nikki Haley kepada wartawan setelah rapat tertutup Dewan Keamanan, yang penyelenggaraannya digagas oleh Amerika Serikat.
"Maksud dari pembahasan ini adalah untuk memastikan semua orang menyadari situasinya ... kami tidak berniat mengeluarkan resolusi dewan keamanan," tambahnya.
Presiden Nicolas Maduro menyalahkan oposisi atas krisis negara yang telah terjadi pada semua sisi. Dia menuduh lawan lawannya mencoba melengserkannya dalam sebuah kudeta dengan dukungan Washington.
Seorang pejabat tinggi urusan politik Perserikatan Bangsa Bangsa memberi penjelasan terkait situasi di Venezuela tersebut kepada 15 anggota Dewan Keamanan. (Antara)