Suara.com - TNI didesak untuk menginvestigasi secara komprehensif dan memberikan keterangan secara resmi apa yang sebenarnya terjadi di lapangan terkait meledaknya meriam "Giant Bow" saat digunakan oleh tim Pasukan Pemukul Reaksi Cepat.
Meriam "Giant Bow" meledak saat gladi bersih di Tanjung Datuk, Natuna pada, Rabu (17/5/2017). Penyebabnya disebabkan alat tersebut mengalami masalah yaitu moncong meriam yang seharusnya mengarah ke atas justru berbalik arah.
"Apapun hasil investigasinya, evaluasi dan peningkatan kualitas prajurit dan alutsista menjadi suatu keharusan dan keniscayaan," kata anggota Komisi I DPR Sukamta di Jakarta, Kamis (18/5/2017).
Dia mengatakan, Indonesia harus meningkatkan kemampuan, kedisiplinan dan kesejahteraan prajurit TNI.
Baca Juga: Diseruduk Truk Tronton, 10 Mobil Terlibat Tabrakan Beruntun
Hal itu, menurut dia, disebabkan semua senjata yang digunakan prajurit TNI berbahaya seperti meriam "Giant Bow" yang memiliki kecepatan proyektil 970 meter per detik.
"Maka harus dioperasikan dengan skill dan mental yang tidak main-main," ujarnya.
Sukamta menilai, setidaknya ada dua kemungkinan penyebab peristiwa itu, bisa karena kerusakan teknis senjatanya yaitu "Giant Bow" bermerek Chang Chong.
Selain itu, dia menilai, bisa disebabkan kesalahan teknis prajurit yang mengoperasikannya atau bisa jadi karena kombinasi keduanya, kesalahan teknis senjata yang ditambah "human error" karena panik.
"Kecelakaan yang menimpa TNI sudah beberapa kali terjadi, pesawat jatuh, helikopter jatuh. Bisa jadi faktor penyebabnya karena human error atau memang alutsistanya dan belakangan juga terjadi rudal C705 terlambat meledak saat uji coba di KRI Banjarmasin September 2016," ujarnya.
Baca Juga: Milla Akan Panggil Pemain Senior ke Timnas U-22, Siapa?
Politisi PKS itu juga menilai pengadaan Alat Utama Sistem Senjata (alutsista) harus diperketat pengontrolan kualitasnya dan juga terus mendorong peningkatan alutsista TNI, tidak hanya kuantitasnya namun aspek kualitas juga harus diprioritaskan.
Menurut dia, lebih baik memiliki jumlah alutsista tidak banyak tapi berkualitas dari pada punya alutsista banyak tapi tidak berkualitas, karena alutsista yang tidak berkualitas membahayakan kita sendiri. (Antara)