KPK Duga Suami Aktris Inneke Koesherawati Otak Suap Bakamla

Rizki Nurmansyah Suara.Com
Rabu, 17 Mei 2017 | 22:13 WIB
KPK Duga Suami Aktris Inneke Koesherawati Otak Suap Bakamla
Terdakwa kasus suap kepada pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) Fahmi Darmawansyah (kanan) didampingi istri Inneke Koesherawati bersiap menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/5). [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Direktur PT Melati Tecnofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah sebagai otak pelaku tindak pidana suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla.

"Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK bahwa pihak pemberi uang adalah Fahmi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Rabu (17/5/2017).

Febri mengatakan, JPU KPK menolak permohonan status "justice collaborator" (JC) Fahmi karena pertimbangannya sebagai otak pelaku dugaan kasus suap.

Febri menjelaskan pengajuan JC terhadap seseorang harus memenuhi unsur, antara lain mengakui semua perbuatan pidana dan bukan pelaku utama.

Baca Juga: Dugaan Korupsi Dana CPO, KAKI Minta KPK Serius Tangani

Sebelumnya, dua karyawan perusahaan Fahmi yang menjadi terdakwa suap, yakni Muhammad Adami Okta dan Stefanus Hardi, mengaku menerima perintah dari Fahmi untuk menyerahkan sejumlah uang kepada pejabat Bakamla.

Pada sidang tuntutan diketahui, Rabu (10/5/2017), JPU KPK menuntut Fahmi empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan penjara terkait dugaan kasus suap proyek pengadaan satelit monitoring Bakamla.

Pada amar tuntutan jaksa, suami aktris Inneke Koesherawati itu terbukti menyuap empat pejabat Bakamla yakni Nofel Hasan senilai SGD 104.500 dolar Singapura (SGD), Tri Nanda Wicaksono (Rp120 juta), Bambang Udoyo (105.000 SGD) dan Eko Susilo Hadi (100.000, 88.500 dolar Amerika Serikat dan 10.000 Euro).

JPU menilai, Fahmi menyuap pejabat untuk kepentingan bisnis mendapatkan proyek pengadaan di lingkungan Bakamla.

Fahmi dipersangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Baca Juga: Ubah Pengelolaan, Kemendikbud Gelar Pertemuan Museum Nasional

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI