TPDI: Jokowi Dapat Bubarkan Ormas Radikal Tanpa Lewat Pengadilan

Selasa, 16 Mei 2017 | 15:46 WIB
TPDI: Jokowi Dapat Bubarkan Ormas Radikal Tanpa Lewat Pengadilan
Rapat akbar Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (30/5). [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Petrus Selestinus mengatakan Presiden Jokowi dapat membubarkan organisasi-organisasi masyarakat radikal tanpa harus melalui putusan pengadilan. Sebab pembubaran ormas-ormas yang mengganggu ketertiban dan ketenteraman bahkan mengganggu tujuan pembangunan nasional, Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dapat dilakukan melalui mekanisme UU Nomor.1/PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama sebagai hukum positif yang masih efektif berlaku.

"Berlakunya UU No.1/PNPS Tahun 1965, bukan saja bagi pelaku orang-perorang, akan tetapi juga bagi ormas yang melakukan pelanggaran berupa perbuatan di muka umun yang menimbulkan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama, dengan maksud agar orang tidak menganut suatu agama apapun juga, yang bersendikan keTuhanan Yang Maha Esa," kata Petrus melalui keterangan tertulisnya, Selasa (16/5/2017).

Untukk membubarkan ormas tersebut, Presiden hanya memerlukan pertimbangan dari Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Kata dia, Gubernur DKI Jakarta Nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dihukum dengan menggunakan UU Nomor 1/PNPS Tahun 1965. Kata dia halnitu khususnya Pasal 4 yang melahirkan pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Namun katanya, Ahok dihukum dengan melanggar prosedur UU Nomor 1/PNPS Tahun 1965 itu sendiri yang melahirkan pasal 156a KUHP.

"Karena itu polemik pembubaran ormas seolah-olah sulit dan hanya mengacu kepada UU Ormas Nomor. 17 Tahun 2013 adalah tidak benar, karena UU No.1/PNPS Tahun 1965 masih efektif berlaku bahkan sudah memakan korban yaitu Ahok," katanya.

Baca Juga: Jokowi Bahas Isu SARA dengan Tokoh Lintas Agama di Istana

Menurut dia, pembentukan UU Nomor. 17 Tahun 2013 terkandung maksud politik yang tidak baik bahkan diskriminatif. Pasalnya, diduga kuat hanya unuk mempersulit pembubaran ormas-ormas radikal, tanpa memperhatikan keberadaan UU Nomor. 1/PNPS Tahun 1965.

"Adanya dualisme dalam perundang-undangan kita ini jelas merupakan sebuah by design pemerintahan SBY (Soesilo Bambang Yudhoyono) di saat menjelang kekuasaannya berakhir," kata Petrus.

Oleh karena itu, Adovokat Peradi tersebut mmeinta Presiden Jokowi untuk tidak ragu membubarkan ormas-ormas yang bermasalah dengan persoalan toleransi dan Pancasila. Sebab, jika pemerintah serius hendak membubarkan ormas-ormas Ilintoleran dan radikal dengan menggunakan mekanisme UU Nomor. 17 Tahun 2013, maka pemerintah patut diduga tidak serius bahkan tidak berani secara tegas membubarkan orma-ormas dimaksud.

"Pemerintah seharusnya meninjau kembali berlakunya UU Nomor. 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Karena UU itu jelas membuat kekuasaan negara menjadi mandul ketika berhadapan dengan ormas-ormas radikal yang tumbuh subur saat 10 tahun SBY menjadi Presiden memimpin negara ini," kata Petrus.

Baca Juga: Wiranto Jawab Pihak yang Kritik Pembubaran HTI

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI