Membaca Apa yang Terjadi Usai Pilkada Jakarta Menuju Pilpres 2019

Selasa, 16 Mei 2017 | 14:08 WIB
Membaca Apa yang Terjadi Usai Pilkada Jakarta Menuju Pilpres 2019
Kepadatan pemukiman penduduk terlihat dari ketinggian di salah satu kawasan di Jakarta, Rabu (28/9/2016). [Suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Pilkada Jakarta telah usai. Kemenangan diperoleh pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno atas rival mereka, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat.

Pasca pilkada, terutama setelah Ahok divonis dua tahun penjara atas kasus penistaan agama, politik semakin memanas.

Pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia Hamdi Muluk mengatakan tensi politik di Jakarta tidak akan turun sampai pemilihan presiden periode 2019 - 2014.
 


Isu yang dimainkan di pilkada Jakarta memiliki kaitan dengan kepentingan pilpres.

"Kekalahan Ahok ditafsirkan oleh kubu Anis-Sandi yang kebetulan didukung oleh sebagian besar kubu KMP (Koalisi Merah Putih), Prabowo Subianto dan kawan-kawan penantang Jokowi di pilpres 2014, sebagai test case mungkin akan diulang di pilpres 2019," kata Hamdi kepada Suara.com, Selasa (16/5/2017).

Menurut Hamdi kemenangan Anies-Sandiaga telah membangkitkan semangat partai-partai yang dulu bergabung di KMP. Momentum kemenangan tersebut, kata Hamdi, tidak akan dibiarkan meredup hingga pilpres.

"Jadi (kemenangan Anies-Sandiaga) membangkitkan moral bagi pendukung KMP. Momentum ini harus dipelihara. Kira-kira begitu suasana psikologis nya," ujar Hamdi.

Hamdi mengatakan kemenangan Anies-Sandiaga dibingkai menjadi kemenangan umat Islam, kelompok anti PKI, dan anti paham liberal. Bingkai isu tersebut diyakini Hamdi akan dipakai untuk melawan Joko Widodo di pilpres tahun 2019.

"Bingkai kemenangan (Anies-Sandiaga) kemarin itu narasinya, Islam, anti PKI, anti Liberal dan seterusnya. Akan dipakai melawan kubu Jokowi yang akan digiring sebagai anti Islam, PKI, Liberal," tutur Hamdi.

Tapi, Guru Besar Fakultas Psikologi UI mengingatkan bahwa narasi tersebut sangat berbahaya bagi keberlangsung sistem demokrasi Indonesia.

Hamdi tidak heran pola seperti itu diterapkan kubu Prabowo Subianto. Pasalnya, kata dia, di beberapa negara, kelompok konservatisme agama juga menguat.

"Kecenderungan konservatisme agama memang di beberapa belahan dunia menguat. Apakah momentum ini juga yang akan dimanfaatkan oleh kubu Probowo dan kawan-kawan melawan Jokowi di Pilpres 2019? Kita lihat nanti," ujar Hamdi.

Lebih jauh Hamdi mengatakan kekalahan Ahok dan Djarot di pilkada Jakarta merupakan kerugian besar bagi Jokowi. Jokowi dan Ahok-Djarot merupakan tokoh yang diusung oleh partai yang sama, Partai Demokrasi Indonesa Perjuangan.

"Kalau lihat mayoritas penduduk RI diam di Jawa, maka memenangkan seluruh provinsi di Jawa adalah kunci memenangkan politik nasional (pilpres)," kata Hamdi.

Pada pilpres 2014 ada dua kubu yang bertarung, KMP yang mengusung Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa dengan kubu Koalisi Indonesia Hebat yang mengusung Jokowi dan Jusuf Kalla. Kemenangan kemudian diperoleh pasangan Jokowi-JK.

Seiring dengan perkembangan politik, partai-partai yang tergabung dalam KMP pisah, sebagian bergabung ke pemerintahan Jokowi-JK.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI