Ditambah lagi dengan kemunculan kasus yang hingga hari ini menjerat Ahok, yakni soal penodaan agama.
"Inilah yang dieksploitasi untuk menundukkan Pak Basuki, hingga akhirnya dia terus mengalami tekanan luar biasa. Ini bisa dilihat dampak elektoralnya, kan sudah terlihat hasilnya, Pak Basuki dikalahkan. Itu politisasi identitas jangka pendek dalam konteks pilkada," ujar Ismail.
Model politik identitas seperti ini, kata Ismail, akan terus berlangsung dalam kontestasi politik yang akan datang. Sebab itu, Setara Institute mendorong agar penggunaan politik identitas dihentikan.
"Karena itu kami mendorong agar praktik politisasi identitas, karena ini adalah kejahatan demokrasi, harus disudahi. Berpolitiklah secara berkualitas dengan mengeksploitasi gagasan-gagasan kesejahteraan rakyat," kata Ismail.
Baca Juga: Pesta Gol di Kandang Stoke, Arsenal Jaga Asa ke Eropa Musim Depan
Kembali ke Galileo. Sang filsuf alam, dihukum dan mati di penjara lantaran tak mau melepaskan argumentasinya bahwa Bumi dan planet-planet lainnya bergerak mengitari Matahari sebagai pusat tata surya. Keyakinannya tersebut, kala itu, bertentangan dengan otoritas keagamaan yang menyebut Bumi adalah pusat dari Tata Surya.
Namun, kekinian, argumentasi Galileo tersebut mendapat pembuktian yang membenarkan. Ia mejadi ilham bagi para penerus, termasuk si jenius Stephen Hawking.
Jauh sebelumnya, tatkala abad modern baru menyingsing, otoritas keagamaan yang menghukum Galilieo juga sudah mengutarakan permintaan maaf. Karenanya, meski setiap perkara penodaan agama bisa dipastikan menjadi polemik berkepanjangan, tapi sejarah jua yang akhirnya membebaskan.