"Kami bersama 12 organisasi keagamaan lainnya pendapatnya sama, menolak kehadiran HTI di Indonesia. Organisasi yang merongrong Pancasila, tidak menghormati kebhinnekaan, tidak menghormati UUD 45, harus dibubarkan," kata Said.
Menurut Said, semua pihak patut menjunjung tinggi bentuk negara Indonesia yang berupa negara kesatuan dengan Pancasila sebagai ideologi negara dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional.
Ia menjelaskan bahwa sesungguhnya agama Islam tidak mengatur secara khusus mengenai masalah perpolitikan dan sistem pemerintahan.
Sistem pemerintahan, menurut dia, diputuskan dengan cara ijtihad yaitu upaya untuk memutuskan perkara yang tidak dibahas dalam Alquran dan Hadits dengan menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.
Baca Juga: Jika Penangguhan Dikabulkan, Ahok Kembali Aktif Jadi Gubernur?
"Sistem perpolitikan menurut ahlussunnah waljamaah itu melalui ijtihadiyah. Tidak harus bersistem kerajaan, khilafah atau republik. Yang penting harus berkeadilan, hukum ditegakkan, sejahtera. Itu saja," katanya.
Meski diakuinya HTI tidak melakukan kekerasan dalam menyebarkan dakwahnya, Said mengatakan HTI tetap perlu diwaspadai karena memiliki agenda mengubah sistem pemerintahan RI menjadi khilafah.
"Jadi sangat bahaya kalau dibiarkan menjadi besar. Bisa berpotensi perpecahan, konflik, bahkan perang saudara," katanya.
Said mengatakan, pihaknya meminta hanya organisasi HTI saja yang perlu dibubarkan. Sementara para anggotanya akan diimbau untuk kembali kepada ajaran Islam dengan pemahaman yang benar.
Pada Senin (8/5/2017) lalu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan pemerintah akan membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Baca Juga: Tak Mau Bubar, Massa Ahok Ditembak Meriam Air
"Mencermati berbagai pertimbangan, serta menyerap aspirasi masyarakat, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah hukum secara tegas untuk membubarkan HTI," katanya usai bertemu dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Gedung Kemenko Polhukam.