Suara.com - Peneliti Lembaga Survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas beranggapan, pasal penistaan (penodaan) agama bisa digunakan untuk membungkam lawan dalam persaingan politik. Hal itu pula, kata Sirojudin, yang terjadi dalam gelaran Pilkada Jakarta 2017.
Diketahui, dalam Pilkada DKI ini, salah satu kandidatnya yaitu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dijerat pasal penistaan agama. Nyatanya, Ahok pun kalah dalam Pilkada dan kini sudah divonis dipenjara karena secara hukum dinyatakan bersalah.
"Karena itu sangat rentan digunakan suatu kelompok politik tertentu untuk meringkus kebebasan dan ruang gerak lawan politiknya," kata Sirojudin, saat dihubungi Suara.com di Jakarta, Kamis (11/5/2017).
Karenanya, dia mengaku sepakat dengan desakan dunia internasional yang meminta pemerintah melakukan revisi atau mencabut pasal tersebut. Sebab bila tidak, pasal ini dinilai akan berbahaya untuk harmoni antar kelompok beragama. Penghilangan pasal ini, kata Sirojudin, bisa juga dilakukan untuk melindungi setiap risiko proses kriminalisasi terhadap tokoh politik tertentu.
"Bagusnya, saran saya, pemerintah dan DPR meninjau pasal itu dan membuangnya. Itu sehat untuk menjamin keberlangsungan demokrasi dan memastikan hubungan baik antar kelompok dan agama, mayoritas dan minoritas, (supaya) berjalan secara lebih alamiah," katanya.
Sirojudin menambahkan, isu SARA seperti ini cukup signifikan dalam menjatuhkan lawan politik. Dalam catatannya, isu SARA bisa membuat Zairullah Azhar kalah pada Pilkada Kalimantan Selatan tahun 2015. Zairullah kalah setelah diserang isu kesukuan yang menyebut dirinya bukanlah berasal dari suku pribumi Kalimantan Selatan lantaran dia berasal dari Makasar.
"Di tiga minggu terakhir dia diserang oleh isu suku, bahwa dia bukan orang Banua, orang asli Kalimantan Selatan. Dan itu berefek juga, turun banyak itu. Kalah dia," tuturnya.
Ke depannya, Sirojudin berharap pemerintah bisa mengajak partai politk dan tokoh-tokoh politik nasional untuk berkomitmen dalam setiap kompetisi demokrasi di mana pun, supaya lebih hati-hati untuk tidak menggunakan isu SARA.
"Ini sangat rentan memecah-belah. Jadi, parpol harus punya komitmen bersama untuk tidak menggunakan isu SARA untuk memenangkan persaingan politik. Juga partai politik dan organisasi masyarakat agama, diminta untuk tidak menggunakan sarana ibadah sebagai tempat mobilisasi opini dan dukungan," kata dia.