ASEAN: Ahok adalah Korban Kebangkitan Ekstremis di Indonesia

Reza Gunadha Suara.Com
Rabu, 10 Mei 2017 | 10:51 WIB
ASEAN: Ahok adalah Korban Kebangkitan Ekstremis di Indonesia
Sidang putusan perkara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Auditorium Kementan [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kecaman pihak internasional terhadap vonis bersalah serta hukuman dua tahun penjara untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, terus bertambah.

Termutakhir, Asosiasi anggota parlemen negara-negara seluruh Asia Tenggara atau ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR), turut menyatakan prihatin atas vonis penjara yang didapat Ahok karena dinilai menodai agama.

Anggota parlemen Malaysia yang juga Ketua APHR Charles Santiago menegaskan, vonis Ahok itu turut mengguncang keseimbangan politik dan masa depan proyek toleransi di kawasan Asia Tenggara.

Baca Juga: Nilai Transaksi IIMS 2017 Rp3,2 Triliun, Pengunjung 503 Ribu

"Vonis itu benar-benar membingungkan, bukan hanya untuk mayoritas warga Indonesia, tapi seluruh kawasan ASEAN. Ini membingungkan, karena vonis itu  berada di Indonesia yang dianggap pemimpin demokrasi di kawasan Asia Tenggara," tegas Charles Santiago, dalam laman aseanmp.org, Selasa (9/5/2017).

Ia mengatakan, vonis Ahok itu menunjukkan Indonesia justru harus merevisi sistem perundang-undangan untuk mendukung demokratisasi, toleransi, dan mencegah kebangkitan kelompok-kelompok fundamentalis agama yang intoleran.

Selain itu, kata Charles, vonis terhadap Ahok juga mengindikasikan sistem demokrasi Indonesia mundur ke belakang. Pasalnya, pemerintah dan perangkat hukum justru bisa didikte oleh kelompok-kelompok intoleran.

"Ahok adalah korban dari kebangkitan kelompok ekstremis dan politik identitas keagamaan. Tapi, vonis itu tidak berdampak pada Ahok saja, melainkan pada masa depan demokrasi, termasuk kebebasan berpendapat dan kebebasan beragama," tandasnya.

Sebelumnya, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS), juga menyatakan keprihatinan dan secara tegas menentang pemberlakuan pasal-pasal penodaan agama.

Baca Juga: Karangan Bunga untuk Ahok Mulai Berdatangan di Mako Brimob

“Kami menghormati institusi demokrasi Indonesia. AS menentang undang-undang penistaan agama dimana pun, karena membahayakan kebebasan fundamental termasuk kebebasan beragama dan mengemukakan pendapat,” kata Deplu AS Biro Asia Timur dan Pasifik Anna Richey-Allen, seperti dilansir VOA, Selasa siang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI