Suara.com - Vonis dua tahun penjara dan perintah penahanan yang didapat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sebagai terdakwa kasus penodaan agama, Selasa (9/5/2017), ternyata turut menjadi persoalan internasional.
Bahkan, vonis tersebut mengundang keprihatinan Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau Office of the High Commissioner for Human Rights untuk kawasan Asia.
Dewan HAM PBB juga mendesak pemerintah Indonesia untuk meninjau ulang pasal penodaan agama yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Baca Juga: Eva Sundari: Vonis Ahok Bukan Keadilan Tapi Ekspresi Kebencian
“We are concerned by jail sentence for Jakarta Governor for alleged blasphemy against Islam. We call on Indonesia to review baslphemy law,” tulis OHCHR Asia melalui akun resmi Twitter.
We are concerned by jail sentence for #Jakarta governor for alleged blasphemy against #Islam. We call on #Indonesia to review blasphemy law
— UN Human Rights Asia (@OHCHRAsia) May 9, 2017
Sementara organisasi nirbala HAM Amnesty International menegaskan, vonis terhadap Ahok tersebut menjadi preseden bagi Indonesia yang sejak era reformasi mendapat predikat sebagai negara toleran dalam keagamaan dan kaum minoritas.
Lembaga yang berbasis di London, Inggris, tersebut menilai Indonesia sebaiknya menghapus pasal-pasal penodaan agama yang bisa dijadikan “pasal karet” untuk memuluskan beragam kepentingan.
Pasal-pasal yang dimaksud ialah Dekrit Presiden Nomor 1/PNPS/1965 dan Pasal 156a KUHP.
Baca Juga: Aksi Simpatik untuk Ahok, Haru Djarot dan Warga di Balai Kota
Dalam catatan Amnesty International, melalui pasal-pasal itu, terdapat lonjakan jumlah warga negara yang dihukum.