Salah satu bentuk kerjasama pertahanan Indonesia dan Australia diwujudkan dalam bentuk seminar internasional yang rutin diselenggarakan setiap tahun sejak 2011. oleh Universitas Pertahanan (Unhan) bersama Ikatan Alumni Pertahanan Andonesia-Australia (IKAHAN). Acara berlangsung di Hotel Four Seasons, Jakarta, Selasa (9/5/2017), yang dihadiri oleh para pejabat Kemhan RI, Lemhannas RI, Kedubes Australia di Jakarta, Mabes TNI dan Mabes ketiga Angkatan, Perwira Siswa Sesko Angkatan, para dosen dan mahasiswa Unhan dari Fakultas Manajemen Pertahanan (FMP), Fakultas Strategi Pertahanan (FSP) dan Fakultas Keamanan Nasional (FKN).
Tampil sebagai pembicara kedua, Dekan FMP Laksda TNI Dr. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., D.E.S.D. menyampaikan beberapa pemikiran akademis dalam paparan berjudul Developing Indonesia’s Military and Non Military Maritime Security Capabilities. Secara khusus dibahas implementasi kepentingan nasional pada Trilateral Maritime Patrols on Sulu Sea oleh ketiga negara Indonesia, Malaysia dan Filipina sebagaimana tanggung jawab negara pantai berdasarkan Hukum Laut Internasional 1982 yang telah diratifikasi ke dalam UU Nomor.17 Tahun 1985.
Selain itu dibahas pula pentingnya kerjasama intelijen dalam skema arsitektur kawasan untuk mengantisipasi dinamika konflik di Laut Cina Timur dan Laut Cina Selatan.
Baca Juga: Setelah Tax Amnesty Berakhir, 'Intelijen' Memburu Wajib Pajak
Susaningtyas Kertopati pengamat militer sekaligus dosen Fakultas Manajemen Pertahanan Universitas Pertahanan mengatakan seminar ini sangat penting. "Kegiatan yg dilaksanakan Civitas Akademika Universitas Pertahanan ini sangat penting utk memberi pengayaan pengetahuan Keamanan Maritime kepada mahasiswa dan para Perwira TNI," kata Nuning di Jakarta, Selasa (9/5/2017).
Nuning menegaskan bahwa kerjasama intelijen ini sangatlah penting mengingat dinamika terakhir situasi di Laut Cina Selatan sangat dipengaruhi dengan sikap Cina yang menolah hasil arbitrase internasional tahun 2016 yang lalu. Cina bahkan sekarang sudah menempatkan skuadron pesawat tempur di pulau-pulau artifisial, menyusul instalasi rudal nuklir jarak sedang dan jarak jauh. Intelijen juga percaya kapal selam bertenaga nuklir Cina juga akan hadir menyusul kehadiran kapal induk Liaoning. Hingga kini juga diketahui kapal-kapal Coast Guard Cina juga telah dilengkapi berbagai peralatan yang setara dengan kapal perang Cina.
"Bahkan dari sumber intelijen terpercaya juga menyampaikan data bahwa banyak kapal perang Cina yang langsung berubah warna putih menjadi kapal Coast Guard," ujar Nuning/
Pada sisi lain, kekuatan Amerika Serikat juga sudah mulai berdatangan di Semenanjung Korea dalam konteks kampanye militer di Korea Utara, meskipun kekuatan tersebut juga dengan mudah dialihkan ke Laut Cina Selatan. Kekuatan gabungan Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan saat ini disiapkan untuk menghadapi skenario terburuk meletusnya konflik di Korea.
"Tetapi banyak kalangan percaya bahwa kampanye militer untuk Korea Utara sebenarnya merupakan sinyal politik yang kuat sebagai peringatan kepada Cina," tutup Nuning.
Baca Juga: Marak Isu SARA di Pilkada Jakarta, Apa Kata Pakar Intelijen
Adapun ketiga pembicara lainnya adalah Dr. John Blaxland dari Australian National University, Dr. Ian Montratama, S.E., M.E.B., M.Si (Han) dari Institute for Defense and Strategic Research (IDSR) dan Pak Andrew W. Mantong, S.Sos., M.Sc. dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS).
Seminar ditutup dengan diskusi panel yang membahas beberapa fenomena maritim, seperti masa depan Selat Malaka jika Terusan Kra di Thailand benar-benar akan dibuka. Diskusi panel berlangsung intens dengan banyaknya tanggapan dari seluruh peserta seminar