Pemerintah akan melakukan tindakan keras terhadap organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan menempuh upaya hukum untuk membubarkannya. Rencana pemerintah itu disampaikan dalam siaran pers oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di Jakarta, Senin (8/5/2017).
"HTI merupakan badan hukum yang tercatat di Kemeneterian Hukum dan HAM sejak 2 Juli 2014," kata Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Suwarjono di Jakarta, Selasa (9/5/2017).
Ada tiga alasan yang disampaikan pemerintah untuk menindak HTI. Pertama, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional. Kedua, kegiatan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Ketiga, aktivitasnya menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.
"Upaya pemerintah mengambil langkah hukum membubarkan HTI dengan alasan indikasi HTI bertentangan dengan UUD 1945 menjadi kontradiktif terhadap jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dalam UUD 1945 itu sendiri," ujar Suwarjono.
Pasal 28 UUD 1945 menyatakan “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang- Pasal 28 E UUD 1945 ayat (3) menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Sekjen AJI Indonesia, Arfi Bambani Amri menegaskan bahwa melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005, Indonesia telah mengesahkan ratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights atau Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (Konvenan Sipol).
Baca Juga: BIN Dukung Rencana Pemerintah Bubarkan HTI
"Sebagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara ini, Konvenan Sipol telah mewajibkan Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menjamin hak sipil dan hak politik bagi setiap warga negaranya," ujar Arfi dalam kesempatan yang sama.
AJI Indonesia menyatakan jaminan hak konstitusional UUD 1945 berikut jaminan hukum dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Sipol harus menjadi acuan utama dalam praktik Negara menjamin perlindungan dan Hak Asasi Manusia itu. Oleh sebab itu, segala bentuk ekpresi dan penyampaikan pendapat atau gagasan harus dijamin tanpa pembedaan apapun—termasuk pembedaan agama, politik atau pendapat lainnya.
Kedudukan hak konstitusional UUD 1945 dan jaminan perlindungan hukum dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Sipol tidak bisa dibatasi dengan penilaian Pemerintah bahwa seorang warga negara atau perkumpulan bertentangan dengan aturan hukum seperti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, sebagaimana dinyatakan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto dalam pengumuman rencana pembubaran HTI.
"Selain kontradiktif terhadap jaminan hak konstitusional UUD 1945 dan jaminan perlindungan hukum dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Sipol, rencana Pemerintah untuk mengambil langkah hukum pembubaran HTI juga didasari kesesatan cara berfikir parsial Kepolisian Republik Indonesia (Polri) selaku aparat penegak hukum," tutup Arfi.