Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan vonis pengadilan dalam perkara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengukuhkan yurisprudensi pengadilan yang dalam sejarahnya memang tidak pernah melepaskan terdakwa perkara penodaan agama yang dinilai hakim terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan.
"Makna-makna vonis demikian sebetulnya adalah bahwa para hakim ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa jika terjadi peristiwa yang diduga sebagai perbuatan penodaan agama, maka ada hukum yang mengatur dan penyelesaiannya melalui proses hukum bukan dengan tindakan-tindakan anarkis," kata anggota Komisi III DPR, hari ini.
"Makna-makna vonis demikian sebetulnya adalah bahwa para hakim ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa jika terjadi peristiwa yang diduga sebagai perbuatan penodaan agama, maka ada hukum yang mengatur dan penyelesaiannya melalui proses hukum bukan dengan tindakan-tindakan anarkis," kata anggota Komisi III DPR, hari ini.
Arsul mengatakan pada tahun 1950-an, Mahkamah Agung pernah mengeluarkan surat edaran yang meminta para hakim menghukum berat terdakwa yang dianggap terbukti melakukan perbuatan penodaan agama.
Sikap lembaga peradilan seperti itu, kata dia, juga didasari oleh kesadaran bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang religius sehingga hal-hal yang menyangkut penodaan terhadap kesucian agama bisa menjadi sumber perpecahan bangsa.
"Yang jika tidak ada hukum dan proses hukumnya maka bisa mengancam persatuan bangsa kita," kata dia.
Ahok divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dua tahun penjara dan memerintahkan langsung ditahan.