Rakyat Prancis kekinian tak lagi mau terjebak dalam dikotomi haluan politik, “kiri” atau “kanan” seperti yang menjadi pemahaman umum politik di negeri tersebut.
Pasalnya, politikus dari kalangan kiri yang diharapkan pro-rakyat pun tak mampu menyajikan perubahan mendasar. Mereka lebih mementingkan sosok yang setia, sehingga tak mungkin mengkhianati kepercayaan rakyat.
Dua presiden Prancis dalam satu dekade terakhir memang bukan sosok yang bisa dianggap ideal dalam kesetiaan.
Bekas presiden Nicolas Sarkozy, kepincut super model Carla Bruni. Bahkan, Sarkozy berani menceraikan sang istri, Cécilia Attias, saat masih menjabat sebagai presiden, demi menikahi Bruni.
Baca Juga: HTI: Kami Legal, Tak Pernah Langgar Hukum
Sarkozy lengseng, dan penggantinya dari Partai Sosialis, Francois Hollande, diyakini mampu bersetia. Tapi apa lacur, tahun 2012, terkuak skandal asmara terlarang dengan aktris Julie Gayet. Ia juga menceraikan kekasihnya yang berprofesi sebagai jurnalis, Valerie Trierweiler.
Sejak skandal perselingkuhan itu muncul ke publik, simpati dan dukungan warga terhadap Hollande terus merosot. Ia dianggap pria yang tak bisa bersetia terhadap sang istri, apalagi terhadap rakyatnya.
Dalam situasi seperti itulah, Macron—yang sebenarnya “otak” kebijakan neoliberal Hollande—mendapat simpati publik. Apa pasal? Tak lain dan tak bukan karena kisah cinta dan kesetiaannya terhadap brigitte.
Brigitte berusia lebih tua 24 tahun dari Macron. Brigitte kekinian berusia 64 tahun. Sementara Macron baru berusia 39 tahun.
Keduanya kali pertama berkenalan saat macron masih berusia 15 tahun dan berstatus pelajar. Sementara Brigitte adalah gurunya ketika itu.
Baca Juga: Wiranto Dapat Kiriman Karangan Bunga Dukung Bubarkan HTI
Menurut pengakuan Macron, ia jatuh cinta terhadap Brigitte saat pandangan pertama.