Suara.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai pemerintah tidak bisa asal membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia. Sebab HTI sudah memiliki badan hukum.
Sehingga pembunarannya harus melewati proses peradilan. Proses ini pun akan menyita waktu yang lama.
"Pemerintah boleh melakukan gugatan, tapi tidak boleh melakukan pembubaran tanpa proses pengadilan. Jadi harus melalui proses peradilan," kata Fahri di DPR, Jakarta, Senin (8/5/2017).
Fahri berpendapat langkah pemerintah membubarkan HTI menunjukan sikap yang gagal menjadi fasilitator gerakan sosial. Dengan pembubaran HTI ini, Fahri menilai, pemerintah menunjukan sikap berpihak terhadap sesuatu.
Dia juga menganggap tindakan pembubaran organisasi ini merupakan tindakan yang berlebihan. Sehingga, pemerintah, kata Fahri, tidak perlu menjadikan pembubaran HTI sebagai sebuah keputusan politik.
"Sebenarnya pemerintah tenang saja dengan yang begini-begini, hanya perlu menyiapkan fasilitas publik tentang apa yang ada," katanya.
Baca Juga: HTI Dibubarkan, Wiranto: Pemerintah Tidak Anti Ormas Islam
Di sisi lain, politikus yang dipecat Partai Keadilan Sejahtera ini menganggap ada yang salah dalam keyakinan HTI memandang persoalan masyarakat yang berbasis sejarah. Menurutnya, apa yang menjadi pandangan besar HTI dengan membentuk khilafah hanyalah sebuah khayalan belaka.
"HTI ini cuma mengkhayal saja dengan pikirannya. Tidak ada yang mengkhawatirkan. Sama dengan ada orang yang punya pikiran bahwa suatu hari ada pandangan yang menganggap bahwa Indonesia akan menjadi negara komunis, itu sih menurut saya mengkhayal," tutur dia.
Untuk diketahui, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menyatakan pemerintah perlu secara tegas mengambil upaya hukum untuk membubarkan organisasi masyarakat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Ormas tersebut dinilai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Sebagai badan hukum, HTI menurut Wiranto, tidak melaksanakan peran positif untuk memgambil bagian dalam proses pembangunan untuk mencapai tujuan nasional.
HTI, kata Wiranto juga terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, asas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila UUD 1945 seperti yang diatur dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas.
Baca Juga: Sepak Terjang Hizbut Tahrir di Indonesia sampai Ingin Dibubarkan