Suara.com - Pemilih Prancis pergi ke tempat pemilihan untuk memilih presiden baru, antara pemuda muda Emmanuel Macron dan pemimpin sayap kanan Marine Le Pen.
Pemungutan kali ini berbeda dibandingkan sebelumnya. Pasalnya, pemungutan suara seiring dengan kampanye yang ditandai dengan skandal, kejutan berulang-ulang dan serangan peretasan terjadi pada kubu Macron, seorang anak berusia 39 tahun yang tidak pernah memegang memangku sebuah jabatan dalam pemerintahan.
Pemungutan suara membuat Macron pro-Eropa pro-bisnis melawan anti-imigrasi dan anti-EU Le Pen, kedua calon pemimpin dengan dua visi berbeda secara radikal yang menggarisbawahi perpecahan di negara-negara demokrasi Barat.
Le Pen (48), telah memotret pemungutan suara sebagai sebuah kontes antara "globalis" yang diwakili oleh persaingan bagi mereka yang mendukung perdagangan terbuka, imigrasi dan kedaulatan bersama, berhadapan dengan pembela "nasionalis" yang membela perbatasan dan identitas nasional yang kuat.
Baca Juga: Zidane Serukan Rakyat Prancis Jangan Coblos Marine Le Pen
Pemungutan suara dimulai pukul 06.00 GMT di 66.546 tempat pemungutan suara. Sebagian besar area pemungutan suara akan tutup pada pukul 17.00 GMT, kecuali di kota-kota besar yang akan tutup satu jam lebih lama.
Perkiraan pertama dari hasil akan dipublikasikan sekitar 18.00 GMT.
"Pilihan politik jelas akan dilakukan orang Prancis," kata Le Pen dalam sambutan pembukaannya saat debat sengit antara kedua pasangan pada Rabu malam (3/5/2017) waktu setempat.
Pemungutan suara terakhir menunjukkan, Macron lebih unggul dalam pemilihan putaran pertama bulan lalu, dengan pelebaran sekitar 62 persen menjadi 38 persen sebelum isu peretasan pada Jumat malam (5/5/2017) waktu setempat.
Ratusan ribu email dan dokumen yang dicuri dari kampanye Macron dicampakkan secara online dan kemudian disebarkan oleh kelompok anti-kerahasiaan WikiLeaks, yang menyebut sebagai upaya "destabilisasi demokratis". [AFP]
Baca Juga: Macron dan Le Pen Melaju ke Putaran Kedua Pilpres Prancis