Pada Tahun 2014 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Jakarta mendapat pengaduan dari karyawati korban pelecehan seksual yang didampingi Oleh Serikat Pekerja, berdasarkan keterangan para korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh FC yang merupakan General Menejer Divisi Pengembangan Bisnis LKBN ANTARA. Peristiwa ini terjadi sejak bulan Maret sampai dengan Desember 2013.
"Pada awalnya para korban tidak saling tahu bahwa mereka bukan satu-satunya korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh FC Sehingga para korban memilih untuk bungkam. Setekah mengetahui banyak korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh FC, mereka mengadukan hal tersebut ke direksi dan serikat kerja. Kemudian korban yang berjumlah lima orang mengadukan hal tersebut ke LBH APIK Jakarta pada tanggal 9 Januari 2014.
Pada tanggal 22 Januari 2014 korban akhirnya memutuskan untuk melaporkan terdakwa FC ke Polda Metro Jaya dengan laporan polisi nomor : LP/ 235/I/2014/PMJ/Ditreskrimum, tanggal 22 Januari 2014. dengan dugaan perkara tindak pidana perbuatan cabul yang terdapat dalam Pasal 289 KUHP," kata Tuani Sondang Rejeki Marpaung, Kuasa Hukum LBH Apik di Jakarta, Kamis (4/5/2017).
Proses hukum yang cukup lama ditingkat penyidikan dikarenakan minimnya alat bukti serta tidak adanya saksi yang melihat kejadian tersebut karena terdakwa melakukan pelecehan tersebut dalam ruangan dan pintu terkunci. Proses hukum yang cukup lama, membuat para korban hampir putus asa karena berulang kali diminta keterangan ditingkat penyidikan sampai dengan proses gelar perkara.
Baca Juga: Film Ini Ungkap Pelecehan Seksual yang Dialami Buruh Perempuan
Hasil pemeriksaan psikologis sangat membantu proses kasus ini sebagai salah satu bukti karena dalam kasus pelecehan seksual tidak adanya visum et repertum.
"Setelah kepolisian menyatakan P21 atas kasus pelecehan seksual terhadap karyawati kemudian nelimpahkan berkas ke kejaksaan untuk diproses lebih lanjut di pengadilan," ujar Tuani.
Uli Pangaribuan, kuasa hukum LBH Apik Jakarta, mengatakan terdakwa FC telah diduga melakukan tindak pidana Perbuatan Cabul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 289 KUHP terhadap beberapa karyawati yang menjadi bawahannya. Jaksa Penutut Umum (JPU). Ibnu Saud telah menuntut terdakwa FC dengan tututan 5 (lima) tahun penjara. Sejak kasus ini masuk ke persidangan terdakwa membantah semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan keterangan saksi-saksi.
Terdakwa juga telah melakukan upaya hukum pra peradilan, namun gugatan praperadilan terdakwa ditolak oleh Pengadilan. Sebelumnya Kejaksaan tinggi Jakarta telah menahan FC sejak awal Januari 2017.
"Pelecehan seksual bagian dari kekerasan seksual yang merendahkan harkat dan martabat perempuan korban. Pelecehan seksual ditempat kerja dapat terjadi karena adanya relasi kuasa antara korban dan pelaku sehingga menempatkan atasan lebih tinggi dari pada karyawan. Pelecehan Seksual dapat terjadi dimanapun, baik ditempat privat maupun publik. Serta dapat menimpa siapapun, baik dari kalangan kelas ekonomi, ras,jenis kelamin apapun," ujar Uli.
Baca Juga: DPR Ingin RUU PKS Lindungi Lelaki dari Pelecehan Seksual
Uli mengatakan LBH Apik meminta aparat penegak hukum dan instansi Pemerintah melaksanakan sistem peradilan pidana terpadu bagi perempuan korban kekerasan yang cepat, transparan, adil serta berperspektif Hak Asasi Manusia (HAM) dan Gender di Indonesia.
Selain itu, majelis hakim diminta memberikan putusan seadil-adilnya dalam perkara ini agar memberikan efek jera kepada pelaku dan masayarat luas agar tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan, karena kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran HAM.
"Oleh karena itu kami mendesak DPR RI Membahas dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, serta Revisi KUHP mengakui BAB Kejahatan Seksual dan Mengeluarkan Perkosaan dalam bab kesusilaan serta menghapus dan mengganti pasal tentang pencabulan," tutup Uli.