Menelusuri Cerita Kalijodo Dulu dan Sekarang

Kamis, 04 Mei 2017 | 15:14 WIB
Menelusuri Cerita Kalijodo Dulu dan Sekarang
Taman Kalijodo. (suara.com/Nisa Lutfiana )
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kalijodo kini berubah dari kawasan illegal menjadi kawasan legal, bahkan dibanggakan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat dalam kampanye Pilkada 2017 sepanjang 6 bulan lalu.

Ahok pun sempat memamerkan desain kawasan Kalijodo sebagai taman ‘berkelas internasional’. Taman Kalijodo sudah jadi. Fasilitas olahraga, tempat bersantai sampai area skateboard sudah tersedia.

Di pemberitaan media, Pemprov DKI pun menyatakan serius menjadikan Kalijodo tempat yang paling nyaman di Ibu Kota. Bahkan tempat parkir kendaraan pengunjung pun ditata dan ingin dipastikan bebas dari preman.

Suara.com datang Taman Kalijodo akhir pekan lalu untuk melihat keadaan terakhir taman yang dulunya menjadi kawasan prostitusi itu. Perjalanan ke Kalijodo dimulai dari kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.

Baca Juga: Semarak Pesta Pendidikan 2017 di Kalijodo

Siang itu, Jakarta terasa panas. Matahari maksimal memberikan sinarnya. Asap kedaraan, bunyi klakson, serta hiruk-pikuk masyarakat menjadi ciri khas Ibu Kota. Salah satu pilihan moda transportasi menuju Kalijodo bisa menumpang Transjakarta. Dari kawasan Jakarta Pusat bisa mulai dari Halte Sarinah, lalu transit di Harmoni dan ke Halte Grogol.

Satu jam 30 menit, akhirnya tiba di halte terakhir,  Halte Jembatan Dua. Dari sini, Ruang Publik Terpadu Ramah Anak Kalijodo sudah dekat. Hanya 500 meter melewati jalan setapak yang ramai.

Untuk dapat mencapai lokasi, jembatan penyebrangan  yang renta dan reyot tanpa penutup  harus diseberangi. Beberapa jemuran penduduk digantung di pinggir jembatan. Sembari berjalan dengan sangat hati-hati, dusun yang sudah tua, tinggi, dan tanpa cat menunjukkan eksistensinya di sebelah utara.

Langkah demi langkah dilalui di sepanjang bantaran kali Angke.  Disambut bau sampah tak sedap. Bau amis sampah dan gerobak-gerobak menjadi pemandangan perumahan kumuh semi permanen.  Di seberang,  terlihat seorang lelaki  yang sedang memberi makan bebek-bebek dan ayam-ayamnya, sedangkan yang lainnya sedang sibuk membersihkan sampah-sampah menggunakan kayu sembari berdiri di atas drum yang mengapung.

Baca Juga: Ahok Akan Kirim Brimob Usir Jukir Liar di Kalijodo

Taman Kalijodo diapit dua sungai, Kali Angke dan bantaran Kali Banjir Kanal Barat.

Kalijodo, sejak masa-masa penjajahan Belanda dikenal sebagai tempat orang mencari cinta. Kalijodo menjadi kawasan bantaran sungai yang sudah kesohor oleh para pedagang-pedagang Tionghoa. Di sini tempat para gadis pribumi mendendangkan lagu-lagu klasik Tiongkok di atas perahu-perahu yang ditambat di pinggir kali.

“Kali itu kan khusus, di kali itu dulu ada kegiatan ada upacara yang berhubungan dengan mencari jodoh, naik perahu,” cerita CEO Komunitas Historia Indonesia, Asep Kambali.

Kalijodo dikenal sebagai ajang mencari jodoh muda-mudi Jakarta saat tradisi Imlek, Peh Cun. Golongan perempuan akan menaiki perahu yang berbeda dengan kelompok lelaki. Perahu mereka akan saling berkejar-kejaran melintasi sepanjang Kali Angke. Jika ada salah satu perempuan yang ditaksir, maka lelaki di perahu lain akan melempar sebuah kue bernama Tiong Cu Pia yang terbuat dari tepung terigi dan berisi kacang hijau.

Gusur

Di sepanjang sungai, kursi dan sofa bekas penggusuran masih bertumpuk. Penggusuran oleh Pemerintah DKI Jakarta atas kawasan ini telah terjadi sebanyak 3 kali. Berdasarkan  buku  'Geger Kalijodo' yang ditulis oleh Khrisna Murti, penggusuran  pertama kali terjadi pada 25 Januari 2002, dan penggusuran yang kedua terjadi pada Maret 2003.  Terakhir penggusuran dilakukan Tahun 2016 lalu saat Ahok berkuasa.

Peristiwa penggusuran yang terjadi menjadi peristiwa. Ipul (29) tak ingin mengigat penggusuran itu.

“Ya kalau masalah itu sih, saya nggak bisa cerita,” katanya sambil duduk di kawasan Taman Kalijodo.

Sekarang, Kalijodo sudah berubah. Lokalisasi menjadi taman yang berisi banyak fasilitas olahraga dan tempat bersantai. Kini namanya, RPTRA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak) Kalijodo.

Pujasera dan  tenda putih Sarnafil yang digunakan untuk bazar mengisi ruang ramah lingkungan ini, menyediakan aneka makanan dan minuman untuk para pengunjung. Tidak hanya itu, hiburan untuk keluarga, seperti berkeliling taman menggunakan mobil-mobilan, becak, dan sepeda juga tersedia. Wahana bermain pun terletak di beberapa titik, ramai dengan teriakan gembira anak-anak.

Berubah wajah menjadi taman, Kalijodo diharapkan menjadi tempat wisata baru bagi warga. Pada lahan yang diapit oleh dua sungai, yaitu Kali Angke dan Kanal Banjir Barat tersebut dibangun RPTRA dan RTH.

Sekarang Kalijodo berubah wajah menjadi RPTRA seluas 5.489 meter persegi. Berbagai fasilitas disediakan mulai dari kamar mandi, perpustakaan buku anak-anak, ruang PKK, dan tempat berteduh. Bahkan ada juga ruang laktasi khusus tempat ibu menyusui. (Nisa Lutfiana/ Michella Tiscilla)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI