Interview: Lika-liku WNI di Cape Town

Madinah Suara.Com
Rabu, 03 Mei 2017 | 19:52 WIB
Interview: Lika-liku WNI di Cape Town
Konjen RI untuk Cape Town Krishna Adi Poetranto SH. [suara.com/Madinah]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Belum lama ini, Suara.com berkesempatan berkunjung ke kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Cape Town, Afrika Selatan dan bertemu dengan Konjen RI untuk Cape Town, Krishna Adi Poetranto SH di ruang kerjanya.

Banyak topik yang dibahas dalam pertemuan tersebut, di antaranya mengenai komunitas WNI yang berada di Cape Town, hubungan RI- Afrika Selatan, hingga permasalahan ABK yang kerap kali terjadi.

Berikut wawancara Suara.com dengan Konsul Jenderal Republik Indonesia di Cape Town:

Kabarnya KJRI banyak menangani persoalan ABK Indonesia?

Memang kami banyak  menemui masalah. Umumnya, antara lain karena kontrak para ABK yang berbahasa asing jadi mereka tidak mengerti. Namun, sejauh ini bisa kami atasi dengan memanggil agen yang
menangani mereka, meskipun ada agen yang kadang berada di luar negeri. Tapi, secara umum bisa kami atasi.

Apa sebenarnya permasalahan paling berat yang dihadapi para ABK?

Permasalahan yang paling berat dan sering terjadi adalah perlakuan terhadap ABK yang tak sesuai karena mereka tak memahami betul kontrak kerja. Bahkan, ada ABK yang ternyata tak memegang salinan kontrak.Dari sini lah kemudian timbul masalah.

Yang kedua dari sisi ABK sendiri. Umumnya mereka direkrut untuk pekerjaan tanpa keahlian, tidak tahu prosedur sehingga kadang mereka tidak betah. Kontrak belum selesai sudah minta pulang. Yang kita usahakan adalah sebisa mungkin mereka dipulangkan dan mendapatkan gaji.

Bagaimana KJRI menangani permasalahan tersebut? 

Kami mengundang para ABK untuk mengikuti kegiatan life skill dua kali dalam seminggu. Karena persoalannya adalah pada umumnya mereka tidak tahu bekerja di wilayah dingin, tidak siap dengan sepatu boot, sarung tangan, jas hujan, padahal itu bekal mereka saat naik ke kapal. Supaya mereka tahu ada kita, agar mereka merasa aman meski kegiatan itu hanya seminggu dua kali. Kami juga memberikan informasi mengenai pemberitaan yang sedang hangat di Indonesia.

Selain itu?

Kami juga menjalin kerjasama yang baik dengan otoritas setempat. Kita bina hubungan baik dengan otoritas sini dan selalu mengikut sertakan mereka. Kalau hanya dari pihak KJRI saja kurang efektif, karena itu libatkan aparat setempat untuk bantu kasus ABK.

Bisa diceritakan mengenai komunitas WNI di Cape Town?

Secara umum tak ada kedala berarti mengatasi permasalahan WNI yang berada di Cape Town. Apalagi, jumlahnya tak terlalu banyak, hanya sekitar 83 orang. Kebanyakan mereka adalah yang menikah dengan warga negara asing atau penduduk setempat.

Kita undang mereka saat perayaan tujuhbelasan, itu penting karena sudah lama tinggalkan keluarga dan lingkungan. Mereka merasa seperti berada di rumah lagi. Saat bulan puasa kita lakukan kegiatan seperti buka puasa bersama sekaligus memberikan life skill. Yang datang bisa 50 orang, atau hanya 4 orang, tapi selalu ada yang hadir.

Setiap kegiatan yang kita lakukan pasti ada yang datang, memang sulit kumpulkan semua. Contohnya saat perkenalkan saya di sini, hanya 75 persen yang hadir.

Dari sisi pelayanan, tidak ada masalah sekali. Artinya, tidak menjadi tambahan isu yang harus ditangani. Yang banyak masalah
itu justru ABK.

Pernah ada permasalahan hukum yang dialami WNI di Cape Town?

Sejauh ini tidak ada masalah hukum atau masalah kekeluargaan, biasanya isu keluarga jadi persoalan hukum, tapi sejauh ini aman.

Apa sebenarnya kepentingan Indonesia di Afrika Selatan?

Kalau kita lihat dari sisi sejarah kita miliki persamaan karena sama-sama mengalami penjajahan, kita jadi pendukung utama saat mereka masuk politik apartheid. Buktinya, saat apartheid berakhir pada tahun 1994, begitu ada pemerintahan baru langsung kita buka perwakilan pemerintahan Indonesia di sini. Yang kedua, kedua negara punya potensi besar. Masing masing punya tujuan ekspor.

Kalau Afrika lebih banyak ekspor ke Eropa. Kalau kita lebih ke produk tradisional, kita mulai lakukan promosi-promosi perdagangan. Banyak (pebisnis) Indonesia yang akan pergi ke sini, malah sudah akan
ada yang akan promosikan produk Indonesia di sini.

Sebetulnya mereka ingin membuka pasar baru dan menarik investor. Begitu banyak pasar yang akan dibangun tapi butuh modal. Beberapa petinggi Afrika Selatan bahkan sudah memberikan perhatian ke negara Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia dan salah satunya Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI