Selain itu?
Kami juga menjalin kerjasama yang baik dengan otoritas setempat. Kita bina hubungan baik dengan otoritas sini dan selalu mengikut sertakan mereka. Kalau hanya dari pihak KJRI saja kurang efektif, karena itu libatkan aparat setempat untuk bantu kasus ABK.
Bisa diceritakan mengenai komunitas WNI di Cape Town?
Secara umum tak ada kedala berarti mengatasi permasalahan WNI yang berada di Cape Town. Apalagi, jumlahnya tak terlalu banyak, hanya sekitar 83 orang. Kebanyakan mereka adalah yang menikah dengan warga negara asing atau penduduk setempat.
Kita undang mereka saat perayaan tujuhbelasan, itu penting karena sudah lama tinggalkan keluarga dan lingkungan. Mereka merasa seperti berada di rumah lagi. Saat bulan puasa kita lakukan kegiatan seperti buka puasa bersama sekaligus memberikan life skill. Yang datang bisa 50 orang, atau hanya 4 orang, tapi selalu ada yang hadir.
Setiap kegiatan yang kita lakukan pasti ada yang datang, memang sulit kumpulkan semua. Contohnya saat perkenalkan saya di sini, hanya 75 persen yang hadir.
Dari sisi pelayanan, tidak ada masalah sekali. Artinya, tidak menjadi tambahan isu yang harus ditangani. Yang banyak masalah
itu justru ABK.
Pernah ada permasalahan hukum yang dialami WNI di Cape Town?
Sejauh ini tidak ada masalah hukum atau masalah kekeluargaan, biasanya isu keluarga jadi persoalan hukum, tapi sejauh ini aman.
Apa sebenarnya kepentingan Indonesia di Afrika Selatan?
Kalau kita lihat dari sisi sejarah kita miliki persamaan karena sama-sama mengalami penjajahan, kita jadi pendukung utama saat mereka masuk politik apartheid. Buktinya, saat apartheid berakhir pada tahun 1994, begitu ada pemerintahan baru langsung kita buka perwakilan pemerintahan Indonesia di sini. Yang kedua, kedua negara punya potensi besar. Masing masing punya tujuan ekspor.