Suara.com - Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Rizal Ramli menilai ada kejanggalan dalam mengeluarkan Surat Keterangan Lunas kepada Obligor penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia zaman Presiden Megawati Soekarnoputri. Sebab, pemberian SKL tersebut dilakukan kepada obligor yang belum membayar lunas pinjamannya.
"Ini memang ada keanehan, kok bisa ada obligor? Dan nggak hanya satu, ada beberapa obligor yang belum melunasi kok diberi keterangan lunas. Inilah yang sedang KPK selidiki," katanya di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persasa, Jakart Selatan, Selasa (2/5/2017).
SKL kepada para penerima BLBI ini dikeluarkan saat Megawati Soekarnoputri berkuasa jadi presiden. SKL tersebut keluar merujuk pada Intruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002, yang diteken Megawati pada Desember 2002.
KPK baru mengusut penerbitan SKL BLBI ke Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), miliki pengusaha Sjamsul Nursalim. Sejumlah pihak selain Sjamsul yang menerima SKL di antaranya adalah BCA, Salim Group sebagai obligor; Bank Umum Nasional (BUN), Mohamad 'Bob' Hasan sebagai obligor; Bank Surya, Sudwikatmo sebagai obligor dan Bank RSI, Ibrahim Risjad sebagai obligor.
Baca Juga: Rizal Ramli: Kasus BLBI dan E-KTP Pelakunya Elite Semua
Menurut Rizal, bila ada obligor yang telah benar-benar melunasi kewajiban BLBI, sangat wajar diberikan SKL oleh BPPN ketika itu. Namun, pada pelaksanaannya, para obligor, salah satunya Sjamsul Nursalim, penerima SKL BLBI belum melunasi tagihannya dan dianggap KPK merugikan negara hingga Rp3,7 triliun.
"SKL itu dikeluarkan 2004 (saat pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri), bukan pada masa kami. Saya jadi menteri 2000-2001. Kalau lunas sesuai kewajiban diberi surat bebas lunas ya wajar dong. Kalau di bank aja kita utang sudah lunas ya harus dikeluarkan (surat keterangan). Tapi kok ini ada kasus-kasus, ada sejumlah obligor yang belum lunas tapi dikeluarkan SKL," katanya.
Saat ini KPK tengah fokus mengusut penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim. Mengingat, KPK menemukan adanya penyimpangan dalam penerbitan SKL, yang dilakukan Syafruddin kepada Sjamsul Nursalim, pada 2004 silam.
"Itu lah kasus ini KPK sedang diselidiki, saya setuju dengan KPK, kalau ada yang belum lunas harus bayar," kata Rizal.