Suara.com - Presiden RI Joko Widodo menggelar pertemuan dengan ribuan buruh migran Indonesia yang berada di Hong Kong, Tiongkok, sehari sebelum Hari Buruh Sedunia, Minggu (30/4/2017).
Pertemuan tersebut ditujukan untuk temu kangen sekaligus keinginan sang presiden mengetahui kondisi “pahlawan devisa” di Hong Kong.
Namun, dalam pertemuan di gedung Asia World Expo tersebut, buruh migran justru mendapat perlakuan tidak menyenangkan saat ingin menyampaikan unek-uneknya yang tertuang dalam sepucuk surat untuk presiden.
Dua buruh migran, aktivis Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Eni Lestari Andayani dan Ketua Aliansi Migran Internasional (IMA) Muthi Hidayati mendapat perlakuan kasar dari Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) saat ingin memberikan surat tersebut. Eni Lestari merupakan BMI yang pernah berpidato di sidang KTT 71 PBB di New York, 2016.
Baca Juga: Berikut Hasil dan Klasemen Liga Italia Pekan ke-34
Bahkan, surat berisi keluhan dan permintaan ribuan BMI agar Jokowi bisa membantu mereka lantas dirampas oleh paspampres.
“Surat petisi tuntutan kami dirampas, dan kami didorong mundur oleh paspampres. Padahal, Pak Jokowi dari atas panggung menanyakan, apakah ada yang ingin menyampaikan tuntutan. Karena pertanyaan itulah, kami maju ke hadapan,” tutur Muthi Hidayati kepada Suara.com, Senin (1/5).
Ia mengatakan, surat petisi tersebut berisi unek-unek, keluhan, serta permintaan BMI yang bekerja di Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Brunei, dan Timur Tengah.
Petisi itu sendiri disusun oleh 71 organisasi buruh migran yang tersebar di berbagai negara.
Bagi buruh migran, kata dia, setidaknya terdapat sejumlah keluhan seperti harus adanya standarisasi jaminan kontrak kerja yang dibuat Indonesia; memerangi over charging; memastikan semua BMI memeroleh haknya saat bekerja; memegang dokumennya masing-masing; hak libur untuk semua pekerja; dan memastikan hak BMI dalam setiap kebijakan yang dibuat pemerintah.
Baca Juga: Perahunya Dihancurkan, 8 Nelayan Indonesia Ditangkap Australia
“Tapi di dekat panggung, petisi dirampas Paspampres) dan kami dipaksa mundur. Sudah saya jelaskan, Pak Jokowi meminta masukan dan kami ingin menyampaikan langsung. Tapi petisi diambil paksa dan setelah berdebat kami terpaksa mundur,” tuturnya.
Sebelum insiden tersebut, Muthi menuturkan perwakilan BMI sebenarnya sudah mengajukan permohonan melalui konsulat jenderal dan kepolisian Hong Kong untuk bertemu secara khusus dengan presiden agar bisa menyampaikan tuntutan.
“Tapi, permohonan kami melalui konjen dan polisi Hong Kong tidak dikabulkan Paspampres. Karenya, ketika Pak Jokowi bertanya di panggung soal keluhan, kami nekad maju,” tandasnya.