Suara.com - Sesuai mandat Undang – Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, pemerintah daerah diminta untuk menerapkan kawasan tanpa rokok. Namun, dalam penjelasan Pasal 115 ayat 1 pengelola kawasan juga diminta untuk menyediakan tempat khusus merokok.
Kulonprogo, salah satu Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi daerah pertama yang mengimplementasikan UU ke dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 dan turunannya Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015 yang mengatur soal kawasan tanpa rokok.
Kenyataannya, banyak yang sudah menerapkan aturan, namun tidak memiliki tempat khusus. Seperti di kantor Satpol PP Kulonprogo dan Stasiun Kereta Api Wates. Sedangkan lokasi yang sudah memiliki tempat khusus ternyata tidak semua dirasa nyaman, seperti yang terdapat di kantor DPRD Kulonprogo.
“Itu kan lokasinya jauh dari kantor, ada tempat yang kemarin disepakati untuk merokok, yang di dekat taman sama kantin, jadi kita pilih yang deket aja, kalau di sana kan jauh dari kantor,”ujar Yulianto, salah satu pegawai kantor DPRD Kulonprogo. Dia juga enggan menggunakan area khusus karena lokasinya terlalu jauh.
Sekertaris DPRD Kulonprogo Iriyanto bahkan tidak mengetahui kalau kantor DPRD Kulonprogo sudah memiliki area khusus merokok. Irianto justru mengatakan DPRD belum membangun tempat khusus untuk merokok dan kemungkinan baru akan diajukan pembangunannya pada angaran tahun depan.
“Ada tempat merokok tapi di taman. Di luar itu ada, di sana di luar itu sana ada. Di luar komplek DPRD, kemudian di kantin, di kantin itu area untuk merokok. Dan untuk kantin kita itu sejak saya di sini itu tidak boleh menjual rokok. Kantinnya dipojokan sana. Ya itulah kalau menihilkan sama sekali tidak mungkin karena masih banyak bapak – bapak anggota DPRD yang merokok,” kata Iriyanto.
Sebenarnya seperti apa tempat khusus merokok yang nyaman bagi para perokok?
Komunitas kretek yang konsen terhadap hak para perokok tahun 2014 silam mengadakan survei terhadap lebih dari seribu perokok di 12 provinsi, di antaranya Jakarta, Yogyakarta, Makassar, serta beberapa daerah lain dengan hasil survei mengatakan bahwa 58,1 persen tempat masih sulit untuk diakses dan tidak dilengkapi dengan petunjuk area khusus merokok. Serta 75 persen responden mengatakan bahwa mereka mengharapkan ruang merokok yang terbuka agar memiliki sirkulasi udara yang baik.
Koordinator Nasional Komunitas Kretek Aditia Purnomo mengatakan tempat khusus merokok yang nyaman dan layak, di antaranya harus memiliki sirkulasi udara yang baik, mudah diakses, dilengkapi dengan kursi, asbak, serta luas yang mencukupi.
“Standartnya sih gini, bicara soal fasilitas kelayakan tempat khusus merokok itu ya harus adanya kursi, asbak, kemudian adanya udara, kalau kita di tempat tertutup ya ada exhaust (penghisap udara di dalam ruangan). Kemudian bicara cakupan luas misalnya di bandara kalau ruangannya kecil kan banyak orang ke sana kan gak layak, intinya sih gitu,” ujar Aditia Purnomo kepada Suara.com.
Aditia menambahkan saat ini bahkan di Kulonprogo, Kabupaten yang pertamakali menerapkan kawasan tanpa rokok masih dianggap belum layak dalam penyediaan tempat. Menurut Aditia hal itu dapat dilihat salah satunya dari bagaimana penyediaan tempat yang biasanya terlalu jauh dan fasilitas yang disediakan masih belum sesuai dengan standar kelayakan.
Sementara itu, berdasarkan data yang dimiliki Komunitas Kretek, hingga saat ini baru ada tiga daerah yang memiliki kebijakan ruang merokok yang baik, yaitu Kutai Timur, Berau dan Pare – Pare. Ketiga daerah tersebut dianggap paling baik dari daerah lain karena konsisten dalam menerapkan KTR dengan memberikan tempat yang layak sesuai standar untuk perokok. Bahkan di Pare – Pare, baik pemerintah daerah maupun anggota DPRD nya terus mendorong agar ruang merokok disediakan di tempat kerja dan tempat umum lainnya.
Di Indonesia, saat ini rokok termasuk barang legal bahkan pajak cukai rokok menjadi salah satu pemasukan terbesar bagi pemerintah. Sehingga seharusnya perokok tidak mendapatkan diskriminasi. Adit menambahkan jika satu daerah menerapkan KTR seharusnya daerah tersebut juga berpikir untuk menerapkan tempat yang layak bagi para perokok, karena merokok merupakan hak asasi manusia yang dilindungi oleh undang – undang. [Wita Ayodhyaputri]