Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum bersikap resmi soal hak angket KPK yang sudah diputuskan DPR. Intinya, KPK tidak akan membiarkan pihak-pihak yang ingin menghambat penangan kasus korupsi.
"Segala upaya yang dapat menghambat penanganan kasus korupsi, termasuk e-KTP dan kasus keterangan tidak benar di pengadilan tentu saja akan ditolak KPK," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat dikonfirmasi, Jumat (28/4/2017).
KPK sudah mengetahui rapat paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah tersebut memutuskan menyetujui hak angket terhadap KPK. Tapi, kata Syarif, dalam rapat tersebut masih ada sejumlah fraksi yang tidak terlibat.
"Namun terdapat penolakan dari sejumlah anggota DPR dan bahkan ada fraksi yang walk out. Apakah hal itu berkonsekuensi terhadap sah atau tidaknya keputusan Hak Angket tersebut? Akan kami pelajari terlebih dahulu," katanya.
Baca Juga: Ibas: Pengajuan Hak Angket dari DPR Diputuskan Tergesa-gesa
Mantan Dosen Hukum pada Universitas Hasanuddin Makassar tersebut menjelaskan bahwa berdasarkan syarat tang terdapat dalam undang-undang MPR, DPR, DPD, DPRD, usulan hak angket tersebut harus dihadiri oleh setengah dari jumlah anggota DPR.
Sementara keputusannya harus dengan persetujuan lebih dari anggota DPR yang hadir. Apalagi usulan tersebut tidak dimunculkan oleh DPR sebagai lembaga.
"Kita perlu ingat bahwa hak angket ini berawal dari keberatan yang disampaikan sejumlah anggota Komisi III DPR yang namanya disebut oleh Penyidik KPK, Novel Baswedan saat menjadi saksi di persidangan kasus e-KTP, 30 Maret 2017,".
"Kemudian dalam RDP dengan KPK, Komisi 3 meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan BAP Miryam. Dan karena keterangan Novel Baswedan disampaikan di pengadilan, persidangan e-KTP masih berjalan, bahkan penyidikan dengan tersangka MSH sedang kita lakukan, maka KPK menyatakan tidak bisa menyerahkan bukti-bukti tang terkait dengan kasus ini," kata Syarif.
Kata Syarif, apabila rekaman tersebut dibuka, sementara penyidikan terkait kasus tersebut masig berjalan, maka akan mendapatkan resiko yang besar. Saat ini KPK sedang menyidik kasus e-KTP dengan tersangka Andi Agustinus atau Andi Narogong.
"Jika bukti-bukti dibuka, hal itu beresiko akan menghambat proses hukum dan dapat berdampak pada penanganan kasus e-KTP," katanya.
Baca Juga: Fadli Zon Ikut "Walk Out" Pengesahan Hak Angket KPK
Dia berharap agar pada masa reses DPR nanti, banyak masukan yang diberikan oleh masyarakat. Baik kepada DPR maupun juga kepada KPK, agar lebih memfokuskan pada kasus e-KTP.
"Kemungkinan tindakan hukum lain akan kami bicarakan lebih lanjut di KPK. Namun yang pasti, kami tetap akan fokus pada penanganan kasus-kasus korupsi, termasuk e-KTP dan BLBI yg sekarang sedang berjalan," kata Syarif.