Suara.com - Pengamat politik dari lembaga Lingkar Madani, Ray Rangkuti, meyakini kalau Presiden Joko Widodo kembali melakukan reshuffle Kabinet Kerja tujuannya tentu untuk meningkatkan performa pemerintah. Itu sebabnya, ketika dua kali merombak kabinet, tidak terjadi kegaduhan.
"Ini pertamakali kalau terjadi sampai tiga kali reshuffle. Ini semata-mata karena kemauan. Tapi menariknya, tidak terjadi huru-hara atau kegaduhan. Dan mungkin ini juga yang menyebabkan Jokowi tidak berhenti melakukan reshuffle," katanya di D Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (26/4/2017).
Dosen Universitas Islam Negeri Hidayatullah Jakarta tersebut kemudian membandingkan dengan dua periode pemerintahan di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tidak mau ambil resiko melakukan reshuffle ketika kinerja kementerian kurang bagus.
"Padahal, presiden sebelumnya takut sekali dengan kegaduhan itu sehingga paling banyak hanya dua kali reshuffle," kata Ray.
Tapi, menurut Ray, bisa juga perombakan Kabinet Kerja tidak gaduh karena menteri yang berasal dari partai politik tetap aman.
"Kalau kita lihatkan, selama ini, ada Anies Baswedan yang diduga kurang memuaskan Jokowi untuk membagi Kartu Indonesia Pintar ke sekolah-sekolah, ada Yudi Chrisnandi yang memang tidak kelihatan hasil kerjanya. Tapi saya kira, selama kursi menteri dari parpol nggak diambil, akan aman," kata Ray.