Menurut dia seharusnya jaksa memakai Pasal 156 a KUHP tentang penistaan agama. Pasal 156a tertulis ancaman hukuman bagi tersangka yaitu pidana penjara selama-lamanya lima tahun.
Tapi, jaksa hanya memakai Pasal 156 KUHP.
"Alasan yuridis selanjutnya memang sejak awal melihat ada kesan keraguan jaksa dengan menggunakan pasal alternatif. Yakni pasal 156 a dan 156 KUHP. Jadi melalui pasal alternatif ini, JPU akan buktikan tuduhan pasal alternatif. Memberikan keleluasaan kepada Hakim dalam menentukan pilihan dan putusan," ujar Gufroni.
"Ternyata sudah kita ketahui dalam pasal alternatif ini JPU malah penuntutannya dengan memilih pasal 156 KUHP. Dengan meninggalkan pasal 156 a. Secara yuridis justru melemahkan dakwaannya sendiri," Gufroni menambahkan.
Dari sisi sosiologis, Gufroni menilai jaksa tidak siap menuntut Ahok.
"Ketidaksiapan JPU yang membacakan tuntutan sesuai jadwal adalah wujud kinerja yang tidak profesional. Dengan alasan penundaan penuntutan karena alasannya persoalan teknis belum selesai pengetikan penuntutan. Padahal tim JPU ada 13 orang, masa soal pengetikan penuntutan saja tidak selesai," ujar Gufroni.